Assalamualaikum Wr Wb

Wilujeng sumping ka sadayana di blog abdi, mugia aya manfaatna...
.









Minggu, 29 Mei 2011

Sudah Saatnya...

SAATNYA UNTUK MENIKAH. Buku karya ustadz Mohammad Fauzil Adzim ini berpindah dari toko buku ke rak buku saya secara halal pada tanggal 31 Maret 2008, dibeli tepat saat saya berusia 21 tahun lebih enam hari, tunai. Buku yang tetap terasa “panas” di tangan hingga saya mencapai umur 23 tahun, hehe..
Pernah saya posting singkat di blog lama saya, tak disangka setelah mem-posting beberapa menit kemudian tiba-tiba ada SMS (Short Message Service) masuk ke inbox handphone ganteng saya yang sekarang sudah berpindah tangan (hilang maksudnya). Saya heran juga riang gembira, karena SMS nya dari M-KIOS. Pulsa nyasar kah? Saya kira Telkomsel lagi ngajak bercanda. Tapi setelah diteliti dengan harap-harap cemas dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya, pulsa saya beneran terisi Rp 10.000,- (padahal baru isi Rp 25.000,- lho kemarinnya!). Saya tidak tau apakah pulsa ini memang ada yang niat mengirim atau ada yang lagi khilaf salah kirim atau lagi ini mungkin sinyal-sinyal persetujuan dari-Nya atas posting-an saya itu. Bagian terakhir berusaha untuk berprasangka baik (padahal sih ngarep.com) Tapi saya ucapkan syukron katsir, saya doakan semoga yang ngirim atau yang lagi nyesel salah kirim dimurahkan rezekinya dan moga juga sering-sering nyasar ke saya.
Secara sengaja, perkara pulsa nyasar ini mengingatkan saya pada firman Sang Pemilik Cinta yang tertinta pada surat An-Nuur ayat 24, dimana Allah subhanawata’ala memberi garansi mutlak bagi mereka yang ingin menikah (namun) terbersit kekhawatiran tentang kemampuan finansialnya ;
Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan (mengkayakan) mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.
Gimana ngga’ terngiang, baru mosting singkat tentang nikah aja sudah kebagian pulsa Rp 10.000,- gimana kalau direalisasikan (hehehe… ngarang.net).
Menikah. Topik yang digandrungi para bujangers. Kalau ada yang posting topik ini di blog ataupun jejaring sosial lainnya dijamin deh komentar-komentarnya seabreg-abreg. Sebenarnya saya sendiripun masih merasa kurang pantas menulis tentang topik menikah, secara saya sendiri BELUM MENIKAH (eh, kepencet capslock-nya). Tapi ya mau gimana lagi, sudah tuntutan peran, buku yang saya bahas tentang Menikah, bukan jemuran.
Bagi saya pribadi, buku ini membekas tegas dan dalam. Selain karena belinya sambil malu-malu di toko bukunya (waktu itu saya masih kuliah, padahal mah yang jual cuek beybeh, noleh juga ngga’), buku ini memberi pandangan lain, semacam tambahan vitamin wawasan tentang menikah bagi saya yang masih belajar dan meraba-raba “nikah itu benda apa sih?”
Melalui buku ini persepsi saya tentang menikah bergeser sedikit titik koodinatnya, tidak melulu soal yang “indah-indah” saja. Eh, bukan berarti saya menganggap menikah itu tidak indah ya. Maksud saya ada sisi lain yang sering terabaikan oleh pemuda-pemuda seumuran saya waktu itu, yaitu PERSIAPAN pra-nya, alias perlengkapan sebelum bertempur. Karena sebenar-benarnya, suka maupun duka yang terjadi dalam pernikahan adalah hal-hal yang menjadikan pernikahan itu indah nantinya. Menjadi pernak-pernik yang mempercantik pelaku-pelaku didalamnya. Walau jatuhnya tetap tergantung bagaimana pribadi-pribadi itu memaknainya.
Kalau diflash-back, ingat aja dulu waktu awal-awal ngampus, keinginan kuat banget buat menikah, sedini dan secepat mungkin! Tentu saja ini bukan cuma karena faktor konsumsi bacaan dan kajian-kajian yang diikuti, tapi juga faktor “ulah” kakak-kakak senior yang ngidupin kompor ayo-nikah-dini kalau lagi ngumpul (hehehe… siap-siap disetrap). Jadi bener banget memang apa yang Ustadz Fauzil Adzim katakan dalam buku ini, sesuai realita di lapangan, banyak yang baru mendengar satu atau dua kali kajian pernikahan semangatnya buat nikah kuenceng jiddan, padahal ada banyak kesiapan-kesiapan yang harus disiapkan untuk melangkah ke jenjang pernikahan.
Jadi kawan, kembali ke “perlengkapan bertempur” kita tadi. Hal urgent yang sering terlupa namun vital oleh saya waktu itu adalah kesiapan-kesiapan sebelum mengambil keputusan dan menempuh keputusan yang sudah diambil. Yakni Ilmu. Ini bukan soal pengertian nikah saja, atau darimanakah asal bahasanya, lalu apa tujuannya, apa hukumnya, seperti yang saya pikirkan selama ini. Tapi mencakup hal yang lebih luas lagi. ini yang saya lihat dari kehidupan rumah tangga baik itu orang tua saya mapun kakak-kakak tingkat saya yang sudah menikah. Menikah itu akan meliputi bagaimana melayani suami atau istri, hubungan dengan orangtua dan mertua setelah menikah, hubungan dengan tetangga, lingkungan rumah, rahasia rumah tangga, anak-anak, dapur, nafkah, sampai perkara jima’ (ya ampun! Ini hal yang sempat hampir saya lupakan!), itu semua butuh ilmu. Karena orang yang berilmu lebih sulit digoda setan (hr. Turmudzi). “Ilmu adalah syarat benarnya perkataan dan perbuatan, keduanya tidak akan bernilai kecuali dengan ilmu,…” (Ibnu Munir)
Ini menjadi bahan masukan bagi saya yang waktu itu masih ngebet-tapi-kosong agar terhindar (atau setidaknya meminimalisir) masalah yang timbul akibat ketidaksiapan ilmu dan tanggung jawab. “Nikah bukan hanya soal “kita-berdua”, begitu kata salah seorang kakak tingkat saya.
Kemampuan memenuhi Tanggung jawab. Ini pun maknanya luas, tidak seperti yang saya pikir selama ini. Ketika menikah tanggung jawab bukan soal berdua saja. Sang suami akan bertanggung jawab memberi nafkah pada keluarganya, istri bertanggung jawab mendidik anak-anaknya, menjaga harta suaminya, lingkungan masyarakat hingga yang privasi sekali yaitu tanggung jawab kepada kebutuhan biologis, baik istri maupun suami. Kebutuhan biologis berkaitan kemampuan berjima’ (berhubungan suami istri), yang dimulai dengan malam pertama. Saya yakin, yang seumuran saya dulu pikirannya belum sampai ke hal yang satu ini (termasuk saya!). Biar saya sebutkan “3 padahal” : 1. Padahal nikah pengen banget 2. Padahal jima’ merupakan hal penting dalam kehidupan suami istri 3. Padahal berjima’ pun perlu ilmu. Tapi yang “pada kepengen ” itu, jangan kan tau ilmunya, kepikiran kesana saja belum. Lha?
Lari ke soal nafkah. Ada kalimat yang terekat kuat di kepala saya ketika salah seorang kakak saudari seiman saya sedang menjalani proses ta’aruf-nya, yaitu pada bagian nafkah ini. Saat itu kami sedang ngobrol ringan berdua hingga dia berkata “Dek, bagian terpenting itu bukan pekerjaan tetap, tapi tetap bekerja.” Karena pada waktu itu calon suami (yang sekarang sudah menjadi suaminya) memang belum memiliki pekerjaan tetap. Hingga sekarang suaminya masih tetap berstatus tetap bekerja hehe… Namun berbekal ketakwaan dan ikhtiyar serta keyakinan bahwa rezeki-Nya Maha Luas, alhamdulillah baik-baik aja tuh, rezeki datang dari mana saja dan dari cara yang tak terduga. Malah sempet-sempetnya ngasih saya modal buat jualan pulsa :D Cobaan ya pasti ada, kan ini dunia, Bos. Kini mereka telah dikaruniai dua orang jundi. Kata Emak saya, kita kaya karena memberi.
Pekerjaan tetap memang tidak ada hubungan sama sekali dengan kesiapan memberi nafkah. Sudah terbukti di lapangan, Gan. Tak hanya di koran, bahkan kasus-kasus yang terjadi di depan saya sendiri telah memberi pelajaran. Ketebalan kocek suami ternyata belum tentu membawa kebahagiaan anak dan istri. Teman-teman pun pasti pernah menyaksikan sendiri, atau setidaknya baca di koran atau melihat di televisi, tak sedikit suami yang tidak memenuhi hak anak istrinya, dari kalangan pejabat sampai pengusaha. Jadi terbukti kan, seseorang yang memiliki penghasilan yang besar belum tentu memiliki kesiapan untuk memberi nafkah.
Jadi ngejomblo aja? Atau pacaran aja buat latihan? Kalau nyentil soal pacaran jadi teringat dengan status salah seorang teman saya di akun jejaring sosial miliknya, “Buanglah Pacar pada tempatnya.” Soalnya pacar (inai) memang sekali pakai langsung dibuang, disimpan bisa mengotori, hehe.. Memang benar kan?
Dewasa ini, dalam pandangan masyarakat, pacaran menjadi suatu hal wajar. Ya gimana ngga’, tiap hari televisi kita menyiarkan pria dan wanita yang bukan mahrom berduaan berpelukan, belum lagi sinetron dan ghibahtainment yang kisahnya tentang yang itu-itu juga. Tiap hari disodorin itu-itu terus ya lama-lama jadi biasa, dari tingkat anak TK sampai orang tua. Singkatnya, Maksiyat jadi biasa, yang bukan maksiyat malah jadi aneh. Itulah yang masuk ke rumah kita. Hingga menjadi sebuah sudut pandang, “seolah-olah” kalau nikah tanpa pacaran itu rasa-rasanya kurang afdhal.
“Cara untuk menjadi istri yang terbaik, hanyalah melalui suami. cara untuk menjadi suami yang terbaik, hanyalah melalui istri. Tidak bisa melalui pacaran.(Pak Didik Purwodarsono)
Salah seorang murrobiyah saya yang bekerja di Pengadilan Agama memberitahu, bahwa banyak kasus-kasus perceraian lahir dari masalah “salah menilai”, padahal sebelum menikah ada yang sudah berpacaran 3 tahun, bahkan 9 tahun. Sekedar info, seminggu bisa ±10 kasus. Begitulah ketika jalan nafsu yang diambil, keberkahan dan rezekinya berkurang, bahkan bisa aus. Jadi pacaran bukan jaminan.
Sekalipun memilih hidup menjomblo sampai mati ataupun streching dulu dengan pacaran, tanggung jawab akan tetap bertambah. Lha, mati aja  bawa “tanggung jawab”. Bedanya kalau sudah menikah gotongnya berdua. Tapi mati ya tetap gotong sendiri. Hidup ini tanggung jawab. Yang bermalas-malasan pun akan tetap punya tanggung jawab, mempertanggungjawabkan kemalasannya.
Kriteria. “Semakin banyak kriterianya, semakin cepat bermasalah?” Hah? Iya kah? Ada bagian yang paling saya garis bawahi, bagian sebagai “peringatan” untuk diri sendiri juga, mengingat semakin banyaknya jomblo di dunia ini ;
“Ketika seseorang telah menetapkan kriteria yang sangat tinggi, ia akan cenderung sangat peka terhadap hal-hal yang bergeser dari kriterinya.”
Di ibaratkan oleh Ustadz Fauzil Adzim seperti seorang Designer Grafis yang banyak berurusan dengan warna. Bila terdapat perbedaan sedikit saja antara desainnya dan hasil cetakannya, ia bisa merasa terganggu dan kecewa. Padahal bagi yang menikmati, hampir tidak ada perbedaan jika warna magenta dalam karya grafis itu komposisinya sebesar 55% ataukah 50%. Nah, begitulah jadinya kalau kriteria terlalu tinggi. Ketika berjumpa dengan kenyataan setelah menikah malah jadi kecewa, padahal orang lain yang menilai baik sekali. Dan itu bisa menjadi sumber konflik.
Kalau pesan salah satu guru saya, “tidak masalah kita mematok kriteria, asal kita juga senantiasa meng-upgrade diri.” Pengen yang seperti ‘Aisyah tapi nongkrong di diskotik. Ingin yang seperti ‘Ali, bukannya rajin ngaji, malah rajin karaoke. Jangan salahkan kalau tak dapat yang sesuai keinginan. Lah, keinginan dengan usaha Jaka Sembung, alias Ga’ nyambung.
Kesiapan ruhiyah. Ini juga sering kelupaan untuk digali dan diasah. Ngga’ kebayang dulu kalau saya tetap ngebet nikah cuma main modal asal sruduk. Dalam buku ini kesiapan ruhiyah merujuk kepada kondisi seseorang yang mudah menerima kebenaran dikarenakan hatinya telah tersentuh oleh kesadaran agama. Karena hati yang telah terbuka akan risalah-Nya memiliki sikap yang terkendali oleh ketakwaannya. Jika ia menyukai istri atau suaminya, kecintaannya itu melahirkan sikap memuliakan. Jika ia sedang marah atau kesal, kemarahannya tidak membuat ia menzalimi istri atau suaminya. Karena itu Rasulullah shallallahu’alayhi wasallam berpesan :
“Wanita itu dinikahi karena empat perkara, yaitu karena hartanya, karena keturunannya, karena kecantikannya, dan karena agamanya. Maka pilihlah olehmu wanita yang punya agama, engkau akan beruntung.” (hr. al-Bukhari no. 5090 dan Muslim no. 1466)
Dan perlu digaris bawahi setebal-tebalnya, perkara kesiapan ruhiyah ini sama sekali tidak berkaitan dengan umur.
Saya punya cerita singkat mengenai perihal menikah yang sedang kita bahas ini. Semoga bisa diambil pelajaran. Kisah salah seorang alumni perguruan tinggi negeri di Batam. Besar dalam keluarga yang “beda jalur” dengannya. Sampailah waktunya ketika dia mengajukan seorang laki-laki untuk menjadi pendamping hidupnya. Awalnya tentu saja ditolak. Karena menurut keluarganya terlalu cepat. Ya sudahlah, begitu baginya. Berbekal doa, ikhtiyar dan tawakkal. Itikad baik tak akan terlewat dari pengawasan-Nya.
Saat duduk berdiskusi bertiga dengan kedua orangtuanya, entah bagaimana ceritanya sang Ayah berkata pada Ibunya, “ngapain lama-lama, lagian kan pacaran dalam Islam itu haram.” Si akhwat tentu saja terkaget, begitu juga sang Ibunda. Bukannya apa-apa, dua hari yang lalu baru saja sang Ayah mengatakan, “pacaran ajalah dulu, setahun atau lebih.” Dan dalam tempo dua hari kata-kata itu berputar balik. Satu halangan teratasi. Allah tak pernah membiarkan hamba-Nya sendiri. Dia Sang Penggenggam Hati.
Berikutnya masalah dana. Cekak! Belum lagi tuntutan keluarga yang ingin memenuhi adat. Lagi! Entah bagaimana ceritanya rezeki itu datang dari arah yang tak pernah diduga-duga. Ada saja dana yang mengalir di tengah ikhtiyar dan keyakinannya, bahwa Allah senantiasa Menepati Janji-Nya. Ingat teman, dalam ikhtiyar dan keyakinan, bukan dalam bermalasan, seolah rezeki turun dari langit blas langsung jatuh ke pangkuan.
Selain itu ada hal lain yang bisa kita petik dari goresan singkat cerita beliau ini. Nabung dan mengkondisikan orang tua. Terkadang mentang-mentang merasa masang target nikahnya masih lama, akhirnya urusan nabung ntar-ntar aja deh. Padahal kita tidak tau kapan jodoh itu akan datang, bisa-bisa sebulan atau dua bulan lagi. Kemudian juga bagaimana kita mengkondisikan orangtua, maksudnya adalah bagaimana kita memberi pemahaman kepada orangtua mengenai konsep menikah dalam agama Islam. Bukan cuma kita saja yang paham. Minimal kita sudah men-sharing apa yang kita pahami sedari dini kepada orang tua kita. Kita doakan saja semoga proses mereka berkah dan terangkum dalam ikatan yang suci dan barokah. Aamiin ya Allah…
“Ada tiga golongan manusia yang berhak Allah tolong, yaitu seorang mujahid fi sabilillah, seorang hamba yang menebus dirinya supaya merdeka dan seorang yg menikah karena ingin memelihara kehormatannya.” (HR.Ahmad 2:251, Nasa’i, Tirmidzi, Ibnu Majah Hadits no. 2518, dan Hakim 2:160).

sumber : kirimn blog temen

Rabu, 23 Maret 2011

"Dedi Abdullah Azzam dalam rangkaian kata"



Ingin kuketuk pintu hatimu
Untuk datang melabuhkan kapalku
Mengajakmu bersama berlayar mengarungi samudera hidup
Untuk mencapai ridha sang Khalik
Ingin kuminta padamu ya Allah
Satu bidadariMu dari jannatul firdaus
Untuk menemaniku berjuang di jalanMu
Bidadari yang terbaik menurutMu
Jika engkau mengijinkanku ya Allah
Aku ingin mengisi hari-hariku saat ini
Menghiasi do’aku dengan namanya
Di setiap munajatku padamu
Di setiap malam di penghujung pagi
Dalam sujud dan dekapan kasih sayangMu
Ya Allah, ya Rab
Jadikanlah diriku sang pencinta
Yang ikhlas dan suci tidak melebihi cintaku padaMu
Jadikan diriku orang yang beruntung
Memiliki apa yang tak mungkin kumiliki
Dan mengharap apa yang tak mungkin kuharapkan
Memiliki dan mengharap karunia dan titipan terindah dariMu
Ya Allah, ya Karim
Ijinkan hambaMu ini berikhtiar untuk itu
Dalam batas-batas syari’at yang telah Engkau gariskan
Dalam hembusan sejuknya iman
Rabbana hablana min azwajina wadzurriyatina qurrata a’yun waj’alna lil muttaqina imama (QS. 25 : 74)
…….amiin ya rabbal ‘aalamiin……..

Rabu, 02 Maret 2011

Istriku Nantikanku di Pintu Surga

Seorang wanita di hadapanku memang tak secantik Cinderela dengan sepasang sepatu kacanya ataupun semempesona Nirmala dengan tongkat ajaibnya. Tapi dia adalah orang yang paling aku cintai. Istriku.
“  Mas, kok malah ngelamun, pertanyaanku gak di jawab “ aku terkejut dengan cubitan istriku. Aku hanya tersenyum.
“ Orang tua mu masih enggak suka juga ya mas sama aku, aku memang belum bisa ngasih cucu buat mereka “ dia pun melanjutkan pertanyaannya.
“ Kata siapa Dik ?? mereka sayang kok sama kamu “
Keluargaku memang sejak awal tidak menerima kehadirannya, istriku sangat sensitif dengan keluargaku. Ketidak setujan utama keluargaku karna mereka memandang istriku “ jelek “ itu kata mereka. Dengan tubuh pendek dan gendut, menurut mereka dia tak pantas denganku.
Ahh..itu kan kata mereka, buatku dia wanita yang mempesona. Jilbabnya yang membuatnya selalu terlihat anggun, suaranya yang sering melantunkan Al Quran selalu membuatku gemetaran, kesabarannya dalam kesulitan ekonomi kami yang memang karna ketidak setujuan keluargaku, maka kami bagai terasingkan. Buatku, tak apalah aku ingkar pada orangtuaku yang mengajakku pada kebatilan, mereka lebih memilih tahta,kecantikan dan harta. Sedangkan aku ingin seorang wanita yang bisa menuntunku dan mengajakku selalu mengingat Allah.
“ Duh, mas. Enggak usah beliin aku yang macem-macem deh mas. Ini baju kan mahal banget, mendingan buat sedekah atau buat simpanan kita “ katanya.
“ Aahh..kamu ini. Selalu mikirin itu, sekali-kali aku ini pengen buat kamu seneng, malah di protes “ aku pura-pura cemberut di hadapannya.
“ Iya..iya.. maaf yaa sayang . Aku coba ya bajunya “ dia pun melesat masuk ke kamar.
“ Gimana mas ?? “ katanya. Aku hanya terbengong melihatnya.
“ maasss… “ katanya sedikit berteriak. Aku hanya cengengesan tanpa bisa berkata apapun.
“ Kita makan yuk mas, aku siapkan dulu “ katanya.
Baru beberapa langkah, aku melihat istriku memegang perutnya seperti kesakitan yang luar biasa. Lalu terjatuh.
Terdengar suara berdebam kuat di lantai.Aku panik. Aku bingung. Aku segera telpon Ambulance.
Istri ku koma. Sudah 3 minggu dia dalam keadaan seperti ini. Dia terkena Kanker di rahimnya. Kanker yang sudah lama di deritanya. Kenapa..kenapa aku sampai tak tahu dia sedang sakit ?? suami macam apa aku ini.
Laptop kesayanganya aku bawakan untuknya. Dia tak pernah bisa lepas dari laptopnya. Aku paham dengan keadaannya yang selalu sendiri, karna aku bekerja dari pagi hingga malam menjelang.
Aku buka laptopnya. Aku mainkan ayat-ayat suci yang selalu dia nyalakan setiap pagi. Aku begitu sayu untuk mampu menatapnya lekat-lekat. Aku buka satu persatu folder ku buka. Sampai aku menemukan sebuah judul “ CatatanKu “. Aku segera membukanya.
Aku tersenyum membaca ceritanya, di mulai ketika kita ta’aruf. Aku menatapnya sambil berharap dia segera sembuh agar dia bisa menjadi seorang penulis. Matakupun mulai serius ketika kisah kita di mulai dari ketertekanannya. Aku menitikkan air mataku.
Aku membaca dengan lamat-lamat ketika dia menuliskan setiap detik rasa sakitnya. Air mataku makin deras ketika ku membaca bagaimana dia menutupi sakitnya.
“Aku tak mungkin meberi tahunya, sedangkan ekonomi kami belum membaik. Aku tak mau sampai suamiku ikut menanggung kesulitanku. Aku juga enggak mau aku tambah buruk di hadapan keluarganya. Aku yang belum di karunia anak,sekarang harus di timpa musibah sakit seperti ini. Belum tentu keluarganya kasihan padaku, aku takut nanti suamiku yang kena imbasnya. Biarlah sakit ini hanya aku dan Allah yang tahu. Karna aku yakin setelah musibah ini, aku akan di berinya sebuah keindahan yang luar biasa.”
Tak sanggup aku untuk meneruskan membaca kalimat-kalimat yang ada di hadapanku. Aku memilih menutupnya dan aku ingin segera mengadu padaNya.
“ Yaa Robb, segera sembuhkan lah istriku dari sakitnya dan ijinkan aku untuk tetap menjaganya untukMu. Namun jika Engkau ingin menghapuskan jiwa istriku dari segala dosa-dosanya, maka aku ikhlaskan dirinya demi diriMu. Biarkan dia menantikanku di pintu surga. Aamiin “
Tak lama suara “ Tiiit” panjang dari indikator denyut jantungnya.
Aku melihatnya tersenyum begitu manis. Bidadariku, nantikanku dipintu surga Nya.
Wallahua’lam bi Shawwab.

Selasa, 01 Maret 2011

Engkaulah Suami yang Aku Impikan

Ketika engkau mencintaiku, engkau menghormatiku. Dan ketika engkau membenciku, engkau tidak mendzalimiku. (Dr. Ramdhan Hafidz)
Aku masih ingat saat malam pertama kita, saat itu engkau mengajakku shalat Isya’ berjamaah. Setelah berdoa engkau kecup keningku lalu berkata: “Dinda, aku ingin engkau menjadi pendampingku Dunia-Akhirat”. Mendengar ucapan itu, akupun menangis terharu. Malam itu engkau menjadi sosok seperti sayyidina Ali yang bersujud semalam suntuk karena bersyukur mendapatkan sosok istri seperti Siti Fatimah. Apakah begitu berharganya aku bagimu sehingga engkau mensyukuri kebersamaan kita? Malam itu, aku tidak bisa mengungkapkan rasa syukurku ini dengan ucapan. Aku hanya bisa mengikutimu, bersujud di atas hamparan sajadah. Tanpa bisa aku bendung, air mata ini tiada hentinya mengalir karena mensyukuri anugerah Allah yang diberikan padaku dalam bentuk dirimu. Akupun berikrar, aku ingin menjadi sosok seperti Siti Fatimah, dan aku akan berusaha menjadi istri sebagaimana yang engkau impikan.
Dan ternyata sujud itu bukan hanya di saat malam pertama, setiap kali aku terbangun pada akhir sepertiga malam, ku lihat engkau sedang bersujud dengan penuh kekhusu’an. Aku kadang iri dengan keshalihanmu, engkau terlena dalam sujudmu sedang aku berbaring di atas kasur yang empuk dengan sejuta mimpi. Kenapa engkau tidak membangunkan aku? Padahal aku ingin bermakmum padamu agar kelak aku tetap menjadi istrimu di surga. Aku hanya merasakan kecupan hangat melengkapi tidur malamku saat engkau terbangun untuk melakukan shalat malam. Apakah kecupan itu sebagai isyarat agar aku terbangun dari tidurku dan melaksanakan shalat berjamaah bersamamu? Atau karena engkau tidak tega membangunkan aku saat engkau melihat begitu pulasnya aku dalam tidurku? Aku yakin, dengan ketaatanmu pada agama, engkau akan membahagiakanku dunia-akhirat. Tidakkah agama kita mengajarkan bagaimana suami harus menyayangi istri, membuatnya bahagia, melindungi dan membuatnya tersenyum. Dan sebaliknya, istri harus berbakti, melayani dan membuat suaminya terpesona padanya.
Aku tidak peduli siapakah engkau, miskin dan kaya tidak ada bedanya bagiku. Aku hanya tertarik pada sosokmu yang bersahaja dan sederhana. Raut wajahmu yang penuh dengan keikhlasan membuatku ingin selalu menatapnya. Lembutnya sifatmu membuatku yakin bahwa engkau adalah suami yang bisa menerima segala pemberian Tuhan dan akan menyayangiku apa adanya. Aku tidak peduli dengan rumah mungil dan sederhana yang engkau persembahkan untuk kita tempati bersama. Rumah yang hanya terdiri dari ruang tamu, kamar kita, dan satu ruangan yang berisi buku-buku terutama buku agama. Namun dari rumah yang mungil ini, aku melihat taman surgawi menjelma di sini. Aku yakin engkau adalah sosok suami yang tekun belajar dan memahami agama, dan dengan bekal ini aku yakin engkau bisa membimbingku untuk meraih surga ilahi. Sebagaimana agama kita telah mengisyaratkan bahwa, barang siapa berjalan dijalan ilmu, maka Allah akan mempermudah jalan menuju ke surga.
Saat kulihat engkau begitu berbakti kepada kedua orang tuamu dan senang menjalin silaturahim, aku yakin engkau akan berlaku baik pada anak-istrimu. Aku lihat engkau jarang sekali berbicara, tapi masya Allah kalau sedang bekerja, engkau menjadi sosok yang tekun dan ulet. Dan dari cara tutur katamu, aku mendengar kata-kata mutiara yang penuh hikmah, sehingga yang tergambar dalam pikiranku adalah sosok Lukmanul Hakim, sosok suami dan ayah yang selalu mendidik keluarganya, mengajarkan anaknya untuk tidak menyekutukan Allah.
Sungguh aku bangga mempunyai suami sepertimu melebihi kebanggaanmu padaku. Aku lebih membutuhkanmu jauh melebihi kebutuhanmu padaku. Terima kasih suamiku, karena engkau telah membimbingku…
Dakwatuna.com

Senin, 31 Januari 2011

Tanda Akad Itu


Berkumpulnya dua jiwa, saling menopang
Bersatunya dua cita & asa, saling mengisi
Bertemunya dua karakter, saling melengkapi
Berpadunya dua potensi & visi, saling menguatkan

terjadi karena cinta…

lebih dari sekedar hanya ingin menghalalkan yang haram
bukan hanya mencari pelampiasan sesaat
lebih dari sekedar mengikuti tuntutan usia
bukan hanya menghamburkan uang dunia

tetapi ini…

untuk menyempurnakan agama samawi
proses menemukan pendamping hidup sejati nan menawan hati
mengesahkan seorang bapak yang menafkahi
mengesahkan seorang ibu yang mengasihi
menambahkan rezeki
menyalurkan kebutuhan fitrah insani
mewarisi keturunan pembahagia hati
peluang meraih kebahagiaan yang hakiki

sulit mencari pendamping yang ideal
susah menemukan pasangan yang sempurna
pasti ada kekurangan di banyak sisi
karena ini pertemuan dua manusia
bukan pertemuan dua malaikat
pertemuan antara ikhtiar insani
dengan takdir ilahi yang sah

perlu sikap saling bertoleransi
perlu sikap saling memahami
perlu sikap saling menghormati
perlu sikap saling menahan diri
perlu sikap saling menasehati
perlu sikap saling berevaluasi
perlu sikap saling mengingat mati

tak akan kuat diri ini mengemban amanat besar nan suci ini
tak akan mampu diri ini berdiri hanya dengan dua kaki
begitu lemah jiwa ini menahan keangkuhan diri
perlu sentuhan Ilahi
perlu bantuan Robbul Izzati
kuatkanlah ikatan ini
pertahankanlah perjanjian mulia ini
muliakanlah cinta ini
anugrahkanlah mutiara hikmah dibalik semua ini
munculkanlah berkah dalam setiap perjalanan ini
agar menjadi keluarga dakwah sakinah nan abadi
sebagai perantara menuju jannati
penuh dengan ridho Ilahi.
Amiin…

Minggu, 16 Januari 2011

Menikah karena Allah


1.ketika akan menikah janganlah mencari isteri, tetapi carilah ibu bagi anak-anak kita.janganlah mencari suami, tetapi carilah ayah bagi anak-anak kita.

2.ketika melamar anda bukan sedang meminta kepada orangtua/wali si gadis, tetapimeminta kepada allah melalui orangtua/wali si gadis.

3.ketika akad nikah anda berdua bukan menikah di hadapan penghulu, tetapi menikah di hadapan allah.

4.ketika resepsi pernikahan catat dan hitung semua tamu yang datang untuk mendo'akan anda, karena anda harus berpikir untuk mengundang mereka semua dan meminta maaf apabila anda berpikir untuk bercerai karena menyia-nyiakan do'a mereka.

5.sejak malam pertama bersyukur dan bersabarlah anda adalah sepasang anak manusia dan bukan sepasang malaikat

6.selama menempuh hidup berkeluargasadarilah bahwa jalan yang akan dilalui tidak melulu jalan bertabur bunga tapi juga semak belukar yang penuh dengan onak dan duri

7.ketika biduk rumah tangga oleng jangan saling berlepas tangan, tapi sebaliknya justeru semakin erat berpegangan tangan.

8.ketika belum memiliki anak cintailah isteri atau suami anda 100%.

9.ketika telah memiliki anak jangan bagi cinta anda kepada (suami) isteri dan anak anda, tetapi cintailah isteri atau suami anda 100% dan cintai anak-anak anda masing-masing 100%.

10.ketika ekonomi keluarga belum membaikyakinlah bahwa pintu rizki akan terbuka lebar berbanding lurus dengan tingkat ketaatan suami dan isteri.

11.ketika ekonomi membaik jangan lupa akan jasa pasangan hidup yang setia mendampingi kita semasa menderita.

12.ketika anda adalah suam iboleh bermanja-manja kepada isteri tetapi jangan lupa untuk bangkit secara bertanggung jawab apabila isteri membutuhkan pertolongan anda.

13.ketika anda adalah isteri tetaplah berjalan dengan gemulai dan lemah lembut, tetapi selalu berhasil menyelesaikan semua pekerjaan.

14.ketika mendidik anak jangan pernah berpikir bahwa orangtua yang baik adalah orangtua yang tidak pernah marah kepada anak, karena orangtua yang baik adalah orangtua yang jujur kepada anak.

15.ketika anak bermasalah yakinlah bahwa tidak ada seorang anakpun yang tidak mau bekerjasama dengan orangtua, yang ada adalah anak yang merasa tidak didengar oleh orang tuanya.

16.ketika ada pil jangan diminum, cukupkanlah suami sebagai obat.

17.ketika ada wil jangan dituruti, cukuplah isteri sebagai pelabuhan hati.

18.ketika memilih potret keluarga pilihlah potret keluarga sekolah yang berada dalam proses pertumbuhan menuju potret keluarga masjid.

19.ketika ingin langgeng harmonis gunakanlah formula 6 k :ketaqwaankasih sayangkesetiaankomunikasi dialogisketerbukaankejujuran

*berbagai sumber

Jumat, 07 Januari 2011

Kupinang engkau dengan Bismilah


Teringat saat dulu, saat pencarian teman hidupku lagu itu yg selalu menemaniku dalam kesendirianku dalam lamunaku, syair munjat cinta terasa pas untukmenemaniku dlam penantianku unutk menjemput teman hidupku yang akan menajdi bidadarku kelak.

Walau aku senyum bukan berarti
Ada yang tak ada di hati ini
Di jiwa ini hampa

yah..aku selalu tersenyum ketika bertemu teman-teman, ketika maen futsal bareng teman kantor, atau ketika mudik bertemu ibu dan bapaku, tapi sungguh hati dan jiwaku ini hampa karena tidak adanya cinta dalam hatiku yang akan slalu menemaniku, untuk temaniku dalam kesepian, unutk mengukir cerita cinta...tapi saat itu ada saja cobaan hidup dan aku merasa seakan aku ini hina.

setiap pulang sholat subuh dari mesjid ragunan, lagu tersebut seakan terngiang-ngian dalam pendengaranku, udara pagi yang dingin seakan semakin membuatku hatiku benear-benar membutuhkan cinta.

Tuhan berikanlah aku cinta
Aku juga berhak bahagia
Berikan restu dan halal-Mu
Tuhan beri aku cinta

Y Allah hanya Engkaulah Allah dzat pemilik cinta itu, ku terus memhon dalam sujud2ku agar engaku berikan cinta untuku, restMU dan halalMU....indah untuk dikenang saat2 kesendirianku, dan aku salalu yakin setiap manusia sudah ditentukan jodohnya masing-masing, aku mempunyai keyakinan kepada Allah bahwa Dia akan memberikan yang terbaik untuku tapi tetap berikhtiar sekuat tenaga untuk mendapatkanya.

Jodoh kita sudah tertulis di lauhul mahfuzh, mau diambil dari jalan mana? jalan halal atau jalan haram, dapatnya yang itu juga, yang beda rasa keberkahanya...

semau mengharapkan jodoh yang terbaik, namun banyak orang yang berpendapat bahwa jodoh telah ditetapkan di lauhul mahfuzh, kita tidak bisa mengubahnya lagi jadi kita cukup menunggunya nanti pasti akan datng sendiri, padahal pendapt seperti ini adalah pendapat yang salah, kalau tidak di jemput ya jodoh tidak akan datang, menjemputnya bisa melalui doa dan ikhtiar yang  maksimal...yah modalku unutk mencjemput jodoh hanya doa dan ikhtiar yang cukup, tapi seandainya jodoh yang aku pinta tidak dikabulakn atau tidak sesuai dengan keinginanku, aku selalu ingat firman Allah :

“ Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” Al- Baqarah:216

ikhlas dan sabar dengan takdir Allah adalah satu hal yang harus aku tanamkan dalam diri aku bahwa Allah mengetahui yang terbaik buatku,  maksimalkan doa maksimalkan ikhtiar selanjutnya biarkan Allah yang menjawab doa dan ikhtirku...itulah saat-saat kesendirianku saat-saat pencarianku, ada rasa senang sedih, menjalani hidup dengan tak hentinya berdoa dan berikhtiar, tapi semoga akan menjadi ladang pahala buatku...amin

kini, hari ini di awal taun 2011 tepatnya tanggal 2 januari aku bulatkan tekad untuk meminang bidadari, yah.. bidadari berkerudung putih, bermata jeli, berparas ayu, beralis tebal berkumis tipis di bibirnya..kubulatkan tekad untuk meminangnya untuk menjadi bagian dari hidupku, dalam suka ataupun duka, dalam senang ataupun sedih.Alhamdullilah. Hari ini akhirnya aku berangkat juga, yahh.. berangkat untuk melamarmu, setelah sebelumnya kau menerima khitbahku. Terik matahari menyengat, terbiaskan oleh film kaca mobil, teredam oleh dinginnya AC mobil , yang menemaniku sepanjang perjalanan menuju rumahmu Ku berangkat bersama ayah , ibu, dan kaka tercinta, di temani dengan sodara-sodara dekat,  Alhamdullilah sodara2ku tercinta mau membantu proses ini dengan sangat senang sekali,mulai dari transportasi sampai nanti ketika akan bertemu dan membicarakan proses lamaran dengan calon mertuaku. Sepanjang perjalanan, bapak, uwa, dan ibuku bercanda-canda kecil mengenai begitu lucunya waktu masa kanak-kanakku dulu. Ohh tidak!!,aq sedikit malu mereka membicarakanku, bahkan mereka pada awalnya sangat tidak percaya, aku yang sebelumnya masih suka bermain-main pasir, bermain srodotan di halaman rumah, atau menangis minta dibelikan mainan sekarang sudah meminta untuk menikah…hehehe, sedikit bangga aq memikirkann...maksih abah, maksih ambu...

Kau, dengan rona gelisah bertabur bahagia
merangkai kata demi kata dalam diammu

Aku, tertunduk malu bercampur haru yang membiru
menahan detak jantung yang tak berirama

Pertunangan kita di suatu senja…
adalah awal dari sebuah cerita
yang kelak ‘kan terukir pada cincin cinta kita

dengan perasaan bercampur-aduk rasa gelisah rasa senang deg-degan detak jantung ini karean hari ini adalah hari yang bersejarah dalam hidupku, dimana hari ini adalah awal menuju kehidupan denganya, dimana aku harus serius lagi dalam hidup ini menutup wanita lain dalam hatiku.


setelah sholat dhuhur berjamaah aku dan keluargaku menuju kerumahnya disambut dengan senyuman yang tulus dari pihak keluarga aku dan rombinganku masuk dan duduk dirumahnya,  ahhh beginikah rasanya meminang bidadari..perasaan malu, gelisah bahagia bercampur menjadi satu..hasilnya keringat dingin keluar dari keningku dari punggungku. tapi perasaan itu hilang takala aku melihat dia sang bidadari..ahh begitu ayunya dia, begitu cantiknya dia bidadari berkerudung coklat itu akan segera aku pinang, ingin sekali menatapnya lebih lama tapi aku harus tahan perasaan ini..BIDADARIKU saat kukatakan dengan indah IZINKAN AKU MEMINANGMU...MENIKAHLAH DENGANKU..jadikan aku raja bagimu dalam istana hatimu...

yah hari ini aku melamarmu, matahari tak terik, udara yang sejuk dan gerimis hujan menjadi saksi dan niat yang tulus,Langit mengirimkan awan untuk memyangi langkah menuju dirimu yang menunggu dengan seulas senyum, semoga akan membawa keberkahan.Aku melihat tanda-tanda alam yang kesemuanya adalah semesta yang sedang melingkupi kita.
Hari ini aku melamarmu. Ada rasa takut yang mulanya merayap di hati ini. Bukan takut pada segala yang melingkupimu. Aku takut kalau-kalau tak mampu memikul beban sejarah dan tanggungjawab atasmu. Tapi tenggelam dalam sungai ketakutan bukanlah solusi yang baik. Aku mesti mengalir dan menelusurikehidupanmu demi memastikan tanaman bahagia tetap tumbuh semerbak di hatimu. Aku mesti member air kehidupan, memberi pupuk, dan menjadi matahari atas tunas kehidupanmu. Dan betapa bahagianya diriku ketika dirimu mekar dan indah semerbak bersamaku.


Hari ini aku melamarmu. Aku memberanikan diri untuk menyayangimu, menemani hari-harimu, dan menjadi sosok yang baik untuk menelan segala sedihmu. Kita akan membuka lembaran baru dari buku kehidupan kita yang kelak akan dipenuhi catatan yang kita goreskan bersama. Kita akan sama-sama menjadi saksi atas buku kecil sejarah kehidupan kita masing-masing. Kita akan sama-sama memberi makna atas setiap jengkal perjalanan kita. Sebab kita adalah dua tubuh dan satu jiwa. Kau dan aku akan melebur jadi satu kesatuan.samapai pada acara inti, saat bapaku meminta untuk meminangmu, deg..deg..deg jantungku berdebar-debar karena ini adalah acara yang paling inti.

" sebelumnya saya dan keluarga mohon maaf yang sebesar-besarnya jika kedatangan kami sekeluarga kurang berkenan di hati bapak ibu sekalian, kedatangan kami kesini tiada maksud hanya ingin meminang putri bapak yaitu prasmitha, anak kami merasa sudah cocok dengan putri bapak, sebagai bukti dari keseriusan anak kami maka kami selaku orangtua dengan mengucap Bismillah bermaksud meminang putri bapak, yaitu neng prasmitha..tidak banyak kalimat yang di ucapkan orang tuaku, kini giliran pihak keluarga dia yang berbicara,

dan di ucapkan langsung olh bapaknya mitha.

" dengan hati yang suci dan dengan tangan terbuka seluas samudra kami sebgai orangtua menerima pinangan ini... 
alhamdulilah pinangnaku di terima, hari ini adalah hari yang paling bahagia, karena dia bidadari berparas ayu telah aku miliki...terima kasih ya Allah.." Betapa Maha Besarnya Engkau karena telah memberikan kepadaku pasangan yang dapatmembuat hidupku menjadi sempurna"..terima kasih bidadariku kau terima pinganan ini bahagia meski mungkin tak sebebas merpati.ada perasaan haru biru, senang sedih, hampir saja air mata ini keluar dari kelopak mataku tapi aku tahan agar tidak meneteskan air mata ini, apalgi saat ibu mengenakan cincin itu pada jemari lembtunya, sudah ga kuat lagi hati ini menahan haru ingin aku menangis sejadi-jadinya, anakmu ini yang dulu engkau susui engkau manja, ingin sekali aku memelukmu ibu, terima kasih bapak, ibu kau telah bawakan dia untuku, terima kasih juga ats restumu  karean restumu adalah restu Allah juga.Acarapun selesai di tutup dengan doa semoga semuanya mendapatkan keberkahan.

Barakallah
Mudah-mudahan Allah memberkahi, baik ketika senang mahupun susah dan selalu mengumpulkan   pada kebaikan


Kupinang engkau dengan Al Quran
Kokoh suci ikatan cinta
Kutambatkan penuh marhamah
Arungi bersama samudra dunia

Reff :
Jika terhempas di lautan duka
Tegar dan sabarlah tawakal pada-Nya
Jika berlayar di sukacita
Ingatlah tuk selalu syukur padaNya

Bridge :
Hadapi gelombang ujian
Sabarlah tegal tawakal
Arungi samudra kehidupan
Ingatlah syukur pada-Nya