Assalamualaikum Wr Wb

Wilujeng sumping ka sadayana di blog abdi, mugia aya manfaatna...
.









Minggu, 31 Oktober 2010

surat ondangan

Dina mangsa usum hujan, tanggal 3 poe kemis kuring nampa surat ondangan timanaehna, teu nyangka teu disangka geunig anjeun rek rerendengan. duh eneng ku tega pisan ku tega pisan ka abdi.

Kiwari tinggal lamunan, katresna urang duaan ngan ukur dina pangimpian urang rernedengan, naha ku tega salaira megatkeun tali katresna naon atuh leupatna akang  ka salaira, naon atuh kakirangan abdi.

Bet tega salira megatkeun ieu cinta..

Kamis, 28 Oktober 2010

WASIAT NABI MUHAMMAD S.A.W. kepada SAYYIDINA 'ALI R.U

Wahai 'Ali, bagi orang 'ALIM itu ada 3 tanda-tandanya:
1) Jujur dalam berkata-kata.
2) Menjauhi segala yg haram.
3) Merendahkan diri.

Wahai 'Ali, bagi orang yg JUJUR itu ada 3 tanda-tandanya:
1) Merahasiakan ibadahnya.
2) Merahasiakan sedekahnya.
3) Merahasiakan ujian yg menimpanya.

Wahai 'Ali, bagi orang yg TAKWA itu ada 3 tanda-tandanya:
1) Takut berlaku dusta dan keji.
2) Menjauhi kejahatan.
3) Memohon yang halal kerana takut jatuh dalam keharaman.

Wahai 'Ali, bagi AHLI IBADAH itu ada 3 tanda-tandanya:
1) Mengawasi dirinya.
2) Menghisab dirinya.
3) Memperbanyakkan ibadah kepada Alloh s.w.t.

Wasiat Rosululloh SAW kepada Siti A'isyah r.a

Suatu ketika Rosululloh SAW berwasiat kepada Siti A'isyah r.a....
Wahai A'isyah, Aku wasiatkan kepadamu empat perkara...
A'isyah berkata "Apakah itu Ya Rosululloh?"
Rosululloh SAW bersabda; Wahai A'isyah...
1. Janganlah kau tidur sebelum mengkhatamkan Al Qur an.
2. Janganlah kau tidur sebelum kau yakin telah mendapatkan syafa'at dari para Nabi atau Rosul di hari Kiamat.
3. Janganlah kau tidur sebelum semua kaum mukminin dan mukminat telah ikhlas kepadamu.
4. Janganlah kau tidur sebelum kau menjadi Haji.
....
Kemudian Siti A'isyah bertanya.... "Ya Rosululloh, Bagaimana melakukan itu semua???"
Rosululloh SAW tersenyum, kemudian bersabda;
1. Janganlah kau tidur sebelum mengkhatamkan Al Qur an, yaitu Bacalah Surat Al Ikhlas 3x, karena membaca surat Al Ikhlas 3x, 'pahalanya' sama dengan mengkhatamkan Al Qur an.

2. Janganlah kau tidur sebelum kau yakin telah mendapat syafa'at dari para Nabi atau Rosul, yaitu Bacalah Shalawat serta Salam kepada para Nabi dan Rosul, sehingga dengan begitu mereka bisa memberi syafa'at kepadamu di Hari Kiamat.




(Contoh; AllooHumma Sholli 'alaa Nuuril Anwar wa sirril Ashroor wa tiryaaqil Agyaar wa miftaahi baabil yasaar sayyidinaa wa maulaanaa Muhammadinil Mukhtaar, wa aaliHil ath Har wa ash haa biHil akhyar, 'adadaa ni 'amillaaHi wa ifdloo liH.....
atau pake bahasa indonesia
artinya: "Yaa AlloH, Curahkanlah Rahmat kepada cahaya segala cahaya, rahasia sekalian rahasia, obat segala obat, kunci segala kemudahan, penguhulu kami, pemimpin kami Muhammad, dan kepada para keluarganya yang suci-suci, dan kepada para sahabatnya yang baik-baik, sebanyak Nikmat Alloh dan Anugerah-Nya."
atau yang simple.... Alloohumma sholli 'alaa sayyidinaa Muhammad)

3. Janganlah kau tidur sebelum semua kaum mukminin dan mukminat ikhlas kepadamu, yaitu Bacalah Do'a untuk semua kaum mukminin dan mukminat, sehingga mereka kemudian ikhlas kepadamu.

(Contoh; AllooHummagfirlanaa waliwaalidaynaa walil mu'mininaa wal mu'minaat wal musliminaa wal muslimaat, al ahyaa i min Hum wal amwat Birohmatika Yaa Arhamarrohimiin)

atau pake bahasa indonesia
artinya: "Yaa Alloh, Ampunilah kami, orang-orang tua kami, semua kaum mukminin mukminat, muslimin dan muslimat, baik yang masih Hidup atau yang telah tiada, dengan rahmat-Mu, Wahai Yang Maha Penyayang diantara para Penyayang"

catatan: kata kami diatas maksudnya bisa diartikan diri sendiri + keluarga + saudara + sahabat + orang2 yg terpikirkan dalam benakmu + mungkin special buat yang disayangi. Piss

4. Janganlah kau tidur sebelum kau jadi Haji, yaitu Bacalah Tasbih Tahmid Tahlil dan Takbir, karena dengan membaca itu pahalanya sama dengan orang yang telah menjadi Haji.

Catatan: Menjelang Bulan Sya'ban banyak-banyaklah membaca Surat Al Ikhlas dan Sholawat... :) it's nice... really

Semoga bermanfa'at......
Wassalam

"SomeOne"

:) i just want to write this..... suatu rahasia yg teramat tinggi..... aku akan mengungkapkannya pada kalian...... mudah2n mengerti

Ada seseorang hamba 4JJ1..... suatu ketika dia bermimpi, yang didalam mimpinya seakan akan 4JJ1 berkata kepadanya....

4JJ1 ... "Sesungguhnya Aku telah menciptakan 10 macam kelompok manusia, kemudian Aku Hadapkan kepada mereka semua Kekayaan yang melimpah..... dan kemudian mereka semua tertarik kepada Kekayaan itu, sehingga mereka memohon kepada-Ku untuk diberikan Kekayaan tersebut kepada mereka, kemudian Aku berikan kepada mereka Kekayaan itu...

Kecuali 1 Kelompok, 1 Kelompok ini tidak tertarik kpd Kekayaan itu, dan 1 kelompok ini terbagi lagi menjadi 10 kelompok, kemudian Aku hadapkan kepada mereka Surga dengan segala Kenikmatannya, sehingga mereka tertarik kepada Surga dan memohon kepada-Ku agar diberikan Surga, kemudian Aku memberikan Surga kepada mereka....

Kecuali 1 Kelompok, 1 Kelompok ini tidak tertarik kepada Surga, dan 1 kelompok ini terbagi lagi menjadi 10 kelompok, kemudian Aku hadapkan kepada mereka Neraka dengan segala Siksaan dan Kengeriannya, sehingga merekapun amat sangat takut dan mereka memohon kepada-Ku agar dijauhkan dari Siksa dan kengerian Neraka, kemudian Aku kabulkan permohonan mereka...

Kecuali 1 Kelompok, 1 Kelompok ini tidak tertarik kepada Kekayaan, Surga, dan tidak takut dengan Neraka.... Sehingga 4JJ1 bertanya kepada mereka... Kalian tidak menginginkan Kekayaan juga tidak tertarik dengan Surga juga tidak takut dengan Neraka, Sebenarnya apa yang kalian inginkan?...

Mereka menjawab "Yaa 4JJ1, Yaa Tuhan kami, Sesungguhnya Engkau lebih mengetahui apa yang kami kehendaki" ----- i like this---- √


BarokalloH

Allohumma Sholli Wasallim Wabarik 'alaa sayyidina Muhammad

Wassalam

Rabu, 27 Oktober 2010

Indahnya Puasa Pertama Setelah Menikah

Bagi yang baru menikah atau pengantin baru, mungkin Anda tak sabar menantikan puasa pertama bersama pasangan, sebagai keluarga. Meskipun begitu, perlu ada penyesuaian, misalnya dalam hal:
Membangunkan sahur.
Gunakan cara yang halus untuk membangunkan pasangan untuk sahur. Meskipun cara yang mengagetkan, seperti menyiram air atau memasang alarm dengan kencang di telinganya, lebih efektif. Namun kebanyakan orang tak suka dibangunkan dengan cara ini, apalagi terbangun karena kaget dapat membuat bad mood sepanjang hari. Sebaiknya kenali kebiasaan tidur pasangan. Berapa lama waktu tidurnya dan waktu yang diperlukan hingga benar-benar terbangun. Ingatkan pasangan untuk tidur lebih cepat saat malam sebelumnya. Jika ia termasuk orang yang sulit dibangunkan, usahakan agar Anda membangunkan lebih awal dari waktu makan sahur dan jangan bosan untuk berusaha membangunkannya. Jangan meninggalkannya dengan makan lebih dahulu. Dan tetaplah menemaninya sahur meskipun Anda sedang berhalangan tak berpuasa.
Komunikasi menu.
Menu yang Anda sajikan di rumah akan membangkitkan selera pasangan saat sahur dan berbuka. Bicarakan dengan pasangan, hidangan apa yang diinginkannya di bulan puasa ini. Siapkan makanan favoritnya untuk menambah semangat berpuasa. Anda bisa menyiapkan hidangan sahur sejak malam sebelumnya, dan hanya perlu dihangatkan ketika waktu sahur tiba. Jika kebetulan Anda bukan tipe yang suka memasak, tak akan mengecilkan peran Anda bila menggunakan tenaga asisten rumah tangga selama Anda tetap menentukan menu dan mengawasinya. Pasangan pasti bersyukur memiliki Anda yang mendampinginya di bulan penuh rahmat ini. Jangan lupa, sediakan selalu SariWangi untuk melengkapi sajian sahur dan berbuka puasa.
Variasi kegiatan.
Meskipun berpuasa, bukan berarti harus sepi kegiatan bersama pasangan. Misalnya, coba sesekali berbuka puasa di luar rumah, berdua saja atau bersama keluarga dan teman-teman. Selain mendekatkan dengan pasangan, juga mempererat silahturahmi dengan kenalan serta keluarga Anda berdua. Atau berolahraga ringan, seperti jalan kaki atau bersepeda berdua, sambil menunggu waktu berbuka puasa. Karena ini bulan yang pernuh berkah, alangkah baiknya jika Anda dan pasangan juga beribadah bersama, misalnya Tarawih bersama di rumah, mengaji atau membagikan makan sahur dan berbuka bagi yang tak mampu. Tak hanya mempererat hubungan Anda dan pasangan, juga mempertebal keimanan, memperbanyak pahala dan menambah berkah rumah tangga Anda berdua.
Rencana Mudik Hari Raya.
Di bulan puasa ini, juga saatnya Anda dan suami membicarakan rencana untuk merayakan Idul Fitri. Apakah akan berlebaran dengan keluarga besar Anda atau pasangan lebih dulu? Di tahun pertama pernikahan, biasanya paling sulit untuk menentukan ini. Buat kesepakatan lebih dahulu antara Anda dan pasangan. Jika orang tua dan keluarga besar Anda berdua kebetulan ada di dalam kota, akan lebih mudah membagi waktu. Namun jika salah satu atau keduanya berada di luar kota, mungkin harus dilakukan giliran. Misalnya, tahun ini berlebaran di keluarga besar pasangan, dan tahun berikutnya dengan keluarga besar Anda.
Sumber : mari-bicara.com

CATATAN SEORANG ISTRI

Sebelum menikah, selain kriteria Taqwa, saya tidak punya kriteria khusus untuk calon suami saya nanti. Karena saya menyadari bahwa saya bukanlah wanita yang ideal untuk dijadikan isteri, terutama untuk urusan pekerjaan rumah tangga. Maka saya amat sangat bersyukur pada Allah ketika Dia mengirimkan Lelaki Surga yang penyabar dan pengertian untuk saya.
Lelaki Surga itu tersenyum dan memandang saya penuh cinta ketika pada malam pertama kami, dengan jujur saya mengatakan bahwa saya tidak terbiasa melakukan pekerjaan rumah tangga. Memasak, mencuci, menyetrika, membersihkan rumah, semua pekerjaan rumah tangga dikerjakan oleh dua orang pembantu.
“Biar si bibi yang kerjakan”
Begitu kata Bunda bila kami anak-anaknya ingin mencuci piring bekas makan kami sendiri. Maka saya pun menjadi terbiasa “terima beres”. Pakaian tinggal pakai, sudah bersih, rapi dan wangi. Mau makan, tinggal ambil di meja makan. Mau minum hangat atau dingin, pembantu yang membuatkan. Setiap pagi pembantu akan bertanya minuman apa yang saya ingin dibuatkan. Sekali-sekali saya ke dapur membantu memasak, hitung-hitung sekalian belajar, tapi sedikit saja salah, Bunda akan mengusir saya dari dapur. Aneh memang, bukannya mengajarkan cara memasak yang benar, saya malah tidak dibolehkan di dapur. Dengan bicara jujur pada suami, saya berharap ia mempersiapkan kesabaran dan pengertian yang lebih bila nanti, saya memasak makanan yang tidak sedap di lidahnya atau rumah kami menjadi kurang indah dalam penglihatannya.
“Nanti adek kan bisa belajar…” Ujar suami setelah mendengar penuturan saya. Tak ada raut kekhawatiran di wajahnya bila nanti saya tidak dapat mengurusnya dengan baik.
Belajar. Itulah yang harus saya lakukan. Manusia memang tidak boleh berhenti belajar. Belajar, tidak hanya di bangku kuliah, tapi juga di universitas kehidupan. Dan sekaranglah saatnya saya belajar di kehidupan rumah tangga, yaitu belajar menjadi isteri sholehah…
Proses belajar pun dimulai. Pekerjaan mencuci, membenahi rumah, menyetrika, ke pasar, memasak, menguras kamar mandi, semua saya lakukan sendiri tanpa bantuan pembantu rumah tangga, hanya suami yang sesekali membantu disela-sela kesibukannya. Setiap hari selalu ada sayatan luka baru di jari jemari saya. Tubuh mulai mudah masuk angin. Rasa perih, ngilu, pegal-pegal, kaku, kerap menghinggapi telapak tangan saya. Tapi jika mengingat betapa Allah sangat menghargai apa yang seorang isteri lakukan untuk suaminya, tidak ada alasan bagi saya untuk mengeluh, apalagi menyerahkan tugas-tugas itu kepada pembantu, rugi rasanya.
Setelah delapan bulan menikah. Hmm..lumayan juga hasilnya. Pakaian suami selalu rapi dan berbau wangi. Rumah kontrakan kami selalu bersih, lantainya selalu mengkilap. Pemilik rumah kontrakan tidak lagi harus turun tangan menggosok lantai kamar mandi karena saya sudah dapat melakukannya sendiri. Setelah beberapa kali dicontohkan secara tidak langsung oleh pemilik rumah, barulah saya tahu cara menggosok lantai kamar mandi yang baik dan benar. Soal masak? Suami bilang saya sudah lebih pandai memasak. Tidak percuma ia rajin membelikan tabloid khusus resep masakan untuk saya pelajari. Tapi tentu saja saya tidak boleh merasa puas. Saya masih harus terus belajar dan belajar.. Mungkin ini lah salah satu rencana Allah menunda menganugerahkan kami seorang anak. Dia Maha Mengetahui kapan saat yang terbaik bagi kami untuk mendapat amanah seorang anak. Saat dimana saya telah menjadi isteri yang baik dan telah siap kembali belajar untuk menjadi Ibu yang baik…Tetap Semangat !
FacebookDiggDeliciousWordPressMultiply

Bila Rumah Tangga Cinta Dunia

Oleh : KH Abdullah Gymnastiar
ManajemenQolbu.Com
”Dan tiadalah kehidupan di dunia ini, melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesunguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan kalau mereka mengetahui” Al-Ankabut ayat 64
Seakan telah menjadi bagian yang sangat standar dari skenario kehidupan ini, bahwa hampirsepanjang rentang usia dunia hingga saat ini, betapa banyak orang yang selama hidupnya begitudisibukkan oleh kerja keras, peras keringat banting tulang dalm mencari penghidupan, persisseperti ketakutan tidak kebagian makan. Apa yang telah diperolehnya dikumpul-kumpulkan danditimbun dengan seksama demi agar anak-anaknya terjamin masa depannya.
Ada juga orang yang dalam hidupnya teramat merindukan penghargaan dan penghormatan, sehingga hari-harinya begitu disibukan dengan memperindah rumah, mematut-matut diri, membeli aneka asesori, dan sebagainya, yang semua itu notabene dilakukan semata-mata ingin dihargai orang.
Inilah fenomena kehidupan yang menunjukan betapa manusia dalam kehidupannya akan selaluberpeluang dekat dengan hawa nafsu yan merugikan. Oleh sebab itu, bagi siapa pun yang berniatmengayuh bahtera rumah tangga, hendaknya jangan membayangkan rumah tangga akan berolehkebahagiaan dan ketenangan bila hanya dipenuhi dengan hal-hal duniawi belaka. Karena, segala asesoris duniawi diberikan oleh Alloh kepada orang yang terlaknat sekalipun.
Sekiranya tujuan sebuah rumah tangga hanya duniawi belaka, maka batapa para penghuninya akan merasakan letih lahir batin karena energinya akan lebih banyak terkuras oleh segala bentukpemikiran tentang taktik dan siasat, serta nafsu menggebu untuk mengejar-ngejarnya terus menerus siang malam. Padahal, apa yang didapatkannya tak lebih dari apa yang telah ditetapkan Alloh untuknya. Walhasil, hari-harinya akan terjauhkan dari ketenteraman batin dan keindahan hidup yang hakiki karena tak ubahnya seorang budak. Ya, budak dunia !
Alloh ‘Azza wa jalla memang telah berfirman untuk siapa pun yang menyikapi dunia dengan caraapa pun : cara hak maupun cara bathil. “Hai dunia, titah-Nya, “ladeni orang yangsungguh-sungguh mengabdikan dirinya kepada-Ku. Akan tetapi sebaliknya, perbudak orang yanghidupnya hanya menghamba kepada-Mu” !
Rumah tangga yang hanya ingin dipuji karena asesoris duniawi yang dimilikinya, yang sibuk hanyamenilai kebahagiaan dan kemuliaan datang dari perkara duniawi, adalah rumah tangga yang pastiakan diperbudak olehnya.
Rumah tangga yang tujuannya hanya Alloh, ketika mendapatkan karunia duniawi, akan bersimpuhpenuh rasa syukur kehadiratnya. Sama sekali tidak akan pernah kecewa dengan seberapa pun yang Alloh berikan kepada-Nya. Demikian pun manakala Alloh mengamininya kembali dari tangannya, sekali-kali tidak akan pernah kecewa karena yakin bahwa semua ini hanyalah titipannya belaka.
Pendek kata adanya duniawi di sisinya tidak membuatnya sombong tiadanya pun tiada pernahmembuatnya menderita dan sengsara, apalagi jadi merasa rendah diri karenanya. Lebih-lebih lagidalam hal ikhtiar dalam mendapatkan karunia duniawi tersebut. Baginya yang penting bukanperkara dapat atau tidak dapat, melainkan bagaimana agar dalam rangka menyongsong hati tetapterpelihara, sehingga Alloh tetap ridha kepadanya. Jumlah yang didapat tidaklah menjadi masalah,namun kejujuran dalam menyongsongnya inilah yang senantiasa diperhatikan sungguh-sungguh.Karena, nilainya bukanlah dari karunia duniawi yang diperolehnya, melainkan dari sikapterhadapnya.
Oleh karena itu, rumah tangga yang tujuannya Alloh Azza wa Jalla sama sekali tidak akan silaudan terpedaya oleh ada atau tidak adanya segala perkara duniawi ini. Karena, yang pentingbaginya,ketika aneka asesoris duniawi itu tergenggam di tangan, tetap membuat Alloh suka.Sebaliknya, ketika semua itu tidak tersandang, Alloh tetap ridha. Demikian pun gerak ikhtiarnya akan membuahkan cinta darinya.
Merekalah para penghuni rumah tanggga yang memahami hakikat kehidupan dunia ini. Dunia,bagaimana pun hanyalah senda gurau dan permainan belaka, sehingga yang mereka cari sesungguhnya bukan lagi dunianya itu sendiri, melainkan Dzat yang Maha memiliki dunia. Bila orang-orang pencinta dunia bekerja sekeras-kerasanya untuk mencari uang, maka mereka bekerja demi mencari dzat yang Maha membagikan uang kalau orang lain sibuk mengejar prestasi demi ingin dihargai dan dipuji sesama manusia, maka mereka pun akan sibuk mengejar prestasi demi mendapatkan penghargaan dan pujian dari Dia yang Maha menggerakan siapapun yang menghargai dan memuji
Perbedaan itu, jadinya begitu jelas dan tegas bagaikan siang dan malam. Bagi rumah tangga yang tujuannya yang hanya asesoris duniawi pastilah aneka kesibukannya itu semata-mata sebatas ingin mendapatkan ingin mendapatkan yang satu itu saja sedangkan bagi rumah tangga yang hanya Alloh yang menjadi tujuan dan tumpuan harapannnya, maka otomatis yang dicarinya pun langsung tembus kepada Dzat Maha pemilik dan penguasa segala-galanya.
Pastikan rumah tangga kita tidak menjadi pencinta dunia. Karena, betapa banyak rumah tanggayang bergelimang harta, tetapi tidak pernah berbahagia. Betapa tak sedikit rumah tangga yangtinggi pangkat, gelar dan jabatannya, tetapi tidak pernah menemukan kesejukan hati. Memang,kebahagian yang hakiki itu hanyalah bagi orang-orang yang disukai dan dicintai oleh-Nya.
“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan sesuatu yangmelalaikan, periasam dan bermegah-megahan diantara kamu, serta berbangga-bangga tentangbanyaknya harta dan anak. Seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani, kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya menguning, kemudian menjadi hancur dan di akhirat (nanti) ada adzab yang keras dan ampunan dari Alloh serta keridoannya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” [Q.S.Al-Hadid ayat 20].
Wallahu ‘alam

Sebuah Nasehat Untuk Para Istri



by RENUNGAN N KISAH INSPIRATIF
  1. Jangan membiarkan suami anda memandang dalam keadaan anda tidak menggembirakannya. Wanita yang paling baik adalah wanita yang selalu membuat suaminya bahagia.
  2. Hendaklah senyum itu senatiasa menghiasi bibirmu setiap anda dipandang oleh sang suami.
  3. Perbanyaklah mencari keridhan suami dengan mentaatinya, sejauh mana ketaatan anda kepada suami, sejauh itu pulalah dia merasakan cintamu kepadanya dan dia akan segera menuju keridhaanmu.
  4. Pilihlah waktu yang tepat untuk meluruskan kesalahan suami.
  5. Jadilah anda orang yang lapang dada, janganlah sekali-kali menyebut-nyebut kekurangan suami anda kepada orang lain.
  6. Perbaikilah kesalahan suami dengan segala kemampuan dan kecintaan yang anda miliki, janganlah berusaha melukai perasaannya.
  7. Janganlah memuji-muji laki-laki lain dihadapan suami kecuali sifat diniyah yang ada pada laki-laki tersebut.
  8. Jangan engkau benarkan ucapan negatif dari orang lain tentang suamimu.
  9. Upayakan untuk tampil di depan suamimu dengan perbuatan yang disenanginya dan ucapan yang disenanginya pula.
  10. Berilah pengertian kepada suami anda agar dia menghormatimu dan saling menghormati dalam semua urusan.
  11. Anda harus selalu merasa senang berkunjung kepada kedua orang tuanya.
  12. Janganlah anda menampakkan kejemuan padanya, jika terjadi kekurangan materi Ingatlah bahwa apa yang ia berikan kepadamu sudah lebih dari cukup.
  13. Biasakanlah anda tertawa bila ia tertawa, menangis dan bersedih jika ia bersedih. Karena bersatunya perasaan akan melahirkan perasaan cinta kasih.
  14. Diam dan perhatikanlah jika ia berbicara.
  15. Janganlah banyak mengingatkan bahwa anda pernah meminta sesuatu kepadanya. Bahkan jangan diingatkan kecuali jika anda tahu bahwa ia mudah untuk diingatkan.
  16. Janganlah anda mengulangi kesalahan yang tidak disenangi oleh suami anda dan ia tidak suka melihatnya.
  17. Jangan lupa bila anda melihat suami anda shalat sunnah di rumah, hendaknya anda berdiri dan ikut shalat dibelakangnya. Jika ia membaca Al Qur’an, hendaknya anda duduk mendengarkannya.
  18. Jangan berlebih-l;ebihan berbicara tentang angan-angan pribadi di depan suami, tetapi mintalah selalu agar ia menyebutkan keinginan pribadinya di depanmu.
  19. Janganlah mendahulukan pendapatmu dari pendapatnya pada setiap masalah, baik yang kecil maupun yang besar. Hendaklah cintamu kepadanya mendorong anda mendahulukan pendapatnya.
  20. Janganlah anada mengerjakan shaum sunnah kecuali dengan izinnya, dan jangan keluar rumah kecuali dengan sepengetahuannya.
  21. Jagalah rahasia yang disampaikan kepadamu dan janganlah menyebarkannya sekalipun kepada kedua orang tuanya.
  22. Hati-hati jangan sampai menyebut-nyebut bahwa anda lebih tinggi derajatnya dari derajat suami. Hal itu akan mengundang kebencian kepadamu.
  23. Jika salah satu dari orang tuanya sakit atau kerabatnya, maka anda punya kewajiban untuk menjenguk bersamanya.
  24. Sesuaikanlah peralatan rumah tangga anda dengan barang-barang yang disenangi suami anda.
  25. Jangan sampai anda meninggalkan rumah meskipun sedang bertengkar dengannya.
  26. Katakanlah kejemuan dan kebosananmu ketika ia sudah meninggalkan rumah.
  27. Terimalah udzurnya ketika ia membatalkan janjinya untuk keluar bersamamu, karena mungkin ia terpaksa memenuhi panggilan orang yang datang kepadanya.
  28. Hindari sifat cemburu, sesungguhnya cemburu adalah senjata penghancur.
  29. Janganlah mengabaikan pemimpinmu (suami) dengan alasan bahwa ia telah menjadi suamimu.
  30. Janganlah anda berbicara dengan sang suami, seakan-akan anda suci dan dia berdosa.
  31. Jagalah perasaannya, jangan gembira ketika dia sedang sedih dan jangan menangis ketika dia gembira.
  32. Perbanyaklah menyebut-nyebut keutamaan suami di hadapannya.
  33. Perlihatkan kepada suamimu bahwa anda turut merasakan apa yang dirasakan sang suami tatkala ia tidak berhasil mencapai maksud dan tujuannya.
  34. Perbaharuilah (tekad suami) ketika terjadi kegagalan.
  35. Jauhilah sifat dusta karena hal itu akan menyakitkannya.
  36. Ingatkanlah selalu pada suamimu bahwa anda tidak tahu (bagaimana nasib anda) seandainya anda tidak dipersunting olehnya.
  37. Ucapkanlah rasa syukur dan terima kasih pada waktu ia memberikan sesuatu kepadamu.
—————–
semoga para istri diberi kesabaran dan kemampuan melaksanakannya utk mendapat ridha Allah..

Nasehat Al-Qur'an untuk keluarga

Bismillahirrahmaanirahiim

Dengan kerendahan hati mari kita simak pesan2 Al-qur'an tentang tujuan hidup yang sebenarnya
Nasehat ini untuk semuanya ...........
Untuk mereka yang sudah memiliki arah.........
Untuk mereka yang belum memiliki arah.........
dan untuk mereka yang tidak memiliki arah.
nasehat ini untuk semuanya.......
Semua yang menginginkan kebaikan.

Saudaraku.............
Nikah itu ibadah.......
Nikah itu suci...........ingat itu......
Memang nikah itu bisa karena harta, bisa karena kecantikan,
bisa karena keturunan dan bisa karena agama.
Jangan engkau jadikan harta,
ketutunan maupun kecantikan sebagai alasan............
karena semua itu akan menyebabkan celaka.
Jadikan agama sebagai alasan........
Engkau akan mendapatkan kebahagiaan.

Saudaraku..........
Tidak dipungkiri bahwa keluarga terbentuk karena cinta........
Namun......jika cinta engkau jadikan sebgai landasan,
maka keluargamu akan rapuh, akan mudah hancur.
Jadikanlah " ALLAH " sebagai landasan......
Niscaya engkau akan selamat
Tidak saja dunia, tapi juga akherat.......
Jadikanlah ridho Allah sebagai tujuan......
Niscaya mawaddah, sakinah dan rahmah akan tercapai.

Saudaraku...........
Jangan engkau menginginkan menjadi raja dalam
"istanamu"......
disambut istri ketika datang dan dilayani segala kebutuhan.......
Jika ini kau lakukan " istanamu " tidak akan langgeng.....
Lihatlah manusia ter-agung Nabi Muhammad SAW....
tidak marah ketika harus tidur di depan pintu,
beralaskan sorban, karena sang istri tercinta tidak mendengar kedatangannya.
Tetap tersenyum meski
tidak mendapatkan makanan tersaji dihadapannya ketika lapar........
Menjahit bajunya yang robek........

Saudaraku.........
Jangan engkau menginginkan menjadi ratu dalam "istanamu "........
Disayang, dimanja dan dilayani suami......
Terpenuhi apa yang menjadi keinginanmu........
Jika itu engkau lakukan " istanamu " akan menjadi neraka bagimu

Saudaraku............
Jangan engkau terlalu cinta kepada istrimu.........
Jangan engkau terlalu menuruti istrimu......
Jika itu engaku lakukan akan celaka....
Engaku tidak akan dapat melihat yang hitam dan yang putih,
tidak akan dapat melihat yang benar dan yang salah.....
Lihatlah bagaimana Allah menegur " Nabi "-mu
tatakala
mengharamkan apa yang Allah halalkan hanya karena
menuruti kemauan sang istri.
Tegaslah terhadap istrimu.................
Dengan cintamu, ajaklah dia taat kepada Allah.......
Jangan biarkan dia dengan kehendaknya........
Lihatlah bagaimana istri Nuh dan Luth...........
Di bawah bimbingan manusia pilihan, justru mereka
menjadi penentang.....
Istrimu bisa menjadi musuhmu...........
Didiklah istrimu........
Jadikanlah dia sebagai Hajar, wanita utama yang loyal
terhadap tugas suami, Ibrahim.
Jadikan dia sebagai Maryam, wanita utama yang bias menjaga kehormatannya......
Jadikan dia sebagai Khadijah, wanita utama yang bias mendampingi sang suami
Muhammad SAW menerima tugas risalah.....
Istrimu adalah tanggung jawabmu....
Jangan kau larang mereka taat kepada Allah.....
Biarkan mereka menjadi waniata shalilah....
Biarkan mereka menjadi hajar atau Maryam........
Jangan kau belenggu mereka dengan egomu...

Saudaraku.......
Jika engkau menjadi istri.........
Jangan engkau paksa suamimu menurutimu......
Jangan engkau paksa suamimu melanggar Allah......
siapkan dirimu untuk menjadi Hajar, yang setia
terhadap tugas suami.....
Siapkan dirimu untuk menjadi Maryam, yang bias menjaga
kehormatannya....
Siapkan dirimu untuk menjadi Khadijah,
bisa mendampingi suami menjalankan misi.
Jangan kau usik suamimu dengan rengekanmu....
Jangan kau usik suamimu dengan tangismu....
Jika itu kau lakukan.....
Kecintaannya terhadapmu akan memaksanya menjadi
pendurhaka................jangan..........

Saudarau........
Jika engaku menjadi Bapak......
Jadilah bapak yang bijak seperti Lukmanul Hakim
Jadilah bapak yang tegas seperti Ibrahim
Jadilah bapak yang kasih seperti Muhammad saw
Ajaklah anak-anakmu mengenal Allah..........
Ajaklah mereka taat kepada Allah.......
Jadikan dia sebagai Yusuf yang berbakti.......
Jadikan dia sebagai Ismail yang taat.......
Jangan engkau jadikan mereka sebagai Kan'an yang
durhaka.

Mohonlah kepada Allah..........
Mintalah kepada Allah, agar mereka menjadi anak yang shalih.....
Anak yang bisa membawa kebahagiaan.

Saudaraku........
Jika engkau menjadi ibu....
Jadilah engaku ibu yang bijak, ibu yang teduh....
Bimbinglah anak-anakmu dengan air susumu....
Jadikanlah mereka mujahid.........
Jadikanlah mereka tentara-tentara Allah.....
Jangan biarkan mereka bermanja-manja.....
Jangan biarkan mereka bermalas-malas..........
Siapkan mereka untuk menjadi hamba yang shalih....
Hamba yang siap menegakkan Risalah Islam.

AMIN YA RABBAL ALAMIN

Cinta yang sejati butuh Pengorbanan

hidup itu adalah perjuangan, perjuanganpun pasti butuh pengorbanan. semua yang yang kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari juga butuh pengorbanan. tak terlepas dengan yang namanya cinta, cintapun butuh pengorbanan! apalagi untuk mendapatkan cinta yang sebenarnya yang di ajarkan oleh islam. banyak orang yang telah berkorban banyak demi cinta, tetapi dari kebanyakan itu tidak mengetahui makna pengornan cinta dalam islam. sudah banyak contoh pengorbanan cinta yang tidak di ajarkan oleh islam tapi malah banyak di lakukan oleh orang islam. berkorban untuk bisa memiliki dia dengan label pacaran, hal ini banyak di lakukan oleh insan manusia demi meraih kepuasan nafsu cinta yang sesaat atau boleh di bilang bisikan setan.tetapi anehnya banyak pengorbanan yang di lakukan untuk mendapatkan itu, seperti rela untuk antar-jemput sang pujaan hati, rela melakukan apapun demi mendapatkan status pacaran, dan masih banyak lagi. kalian pasti sudah banyak tahu lah. sekarang buat apa melakukan itu semua demi cinta yang belum di ridhoi oleh ALLAH SWT. sebenarnya buat apa pengorbanan yang mereka lakukan? apa hanya untuk memuaskan setan saja yang selalu menggoda hati manusia, atau apa? mungkin anda sendiri yang bisa menjawabnya.
       Kadang kita merasakan cinta sejati itu adalah bila kita dapat bertahan dengan pasangan kita. telah banyak pengorbanan yang di lakukan demi mempertahankan cinta sejatinya. hingga sesuatu saat sampai pasangan ini menikah. iya kalau jadi menikah, banyak yang sudah mempertahankan cinta sejatinya malah tidak sampai ke jenjang pernikahan. kalau sudah begitu. apa itu yang di bilang cinta sejati?? sebuah tanda tanya besar,,, pengorbanan yang di lakukan hanyalah sia-sia.
       Dari hal yang di atas mungkin kita mulai memahami apa yang di maksud cinta sejati butuh pengorbanan. cinta sejati itu apabila kita bisa bertahan untuk tidak melakukan pengorbanan cinta sebelum waktunya. kita bisa memaknai kata cinta sejati yang di ajarkan oleh islam sendiri. suatu keindahan tersendiri bila kita melakukan pengorbanan cinta bila sudah di balut tali pernikahan. pengorbanan kita pun tidak akan sia-sia. perjuangan untuk bisa bertahan dari pengorbanan cinta sebelum menikah itu sangatlah berat. dan hanya orang-orang yang di beri petunjuk oleh ALLAH SWT yang akan bisa bertahan. sungguh indah bila kita menemukan cinta sejati bila sesuai dengan islam.
      sekarang tinggal pilihan di tangan kita. apa kita mau melakukan pengorbanan cinta sejati sebelum waktunya atau seindah sesudah menikah. semua ada konsekuensinya, mulai dari yang kecil dan yang besar. semoga kita berada dalam jalan-jalan yang di ridhoi oleh ALLAH SWT. Wafaqonalloh...

Mutiara Berharga bagi Seorang Muslim

Ketahuilah, Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta`ala mengutus kita ke muka bumi adalah dalam rangka menjalankan tugas yang mulia. Yaitu mempersembahkan ibadah hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta`ala, menegakkan syariat-Nya, serta memberantas berbagai kemungkaran yang bisa mengundang murka Allah Subhanahu wa Ta`ala. Sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta`ala berfirman : “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku, Aku tidak menghendaki rezeki sedikit pun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi-Ku makan. Sesungguhnya Allah Dialah yang Maha Pemberi rezeki, yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh.” (Adz-Dzaariyaat:56)
Demikianlah perjalanan hidup manusia yang telah ditetapkan oleh Allah Subhanahu wa Ta`ala. Agar mereka menjalani aktivitas hidup ini sesuai dengan masyi’ah (kehendak)-Nya. Namun dengan kehendak Allah pulalah maka di antara manusia itu ada yang beriman lagi taat, dan ada pula yang ingkar lagi menolak untuk beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta`ala. Ini semua merupakan bukti keadilan Allah Subhanahu wa Ta`ala terhadap segenap hamba-Nya. Dengan bukti keadilan-Nya Allah hendak menguji para hamba, apakah mereka benar-benar beriman kepada Allah atau sebaliknya? Dan apakah mereka akan dibiarkan mengatakan : “Kami beriman,” lantas mereka tidak diuji?.
Allah Subhanahu wa Ta`ala berfirman : “Alif Laam Miim, Apakah manusia itu mengira bahwa mereka akan dibiarkan (saja) mengatakan : “kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi. Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar. Dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.” (Al Ankabut : 1-3). Dan juga Allah Subhanahu wa Ta`ala berfirman : “Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan) : “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah thaghut itu, maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya”(An Nahl : 36)
Syaikh Abdurahman bin Hasan Alu Syaikh menjelaskan bahwa ayat di atas menunjukkan tentang hikmah diutusnya para rasul, yaitu untuk mendakwahi umat agar mereka beribadah kepada Allah semata dan melarang mereka dari beribadah kepada selain-Nya. Ini merupakan agama para Nabi dan Rasul, walaupun berbeda syariat mereka.
Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman : “Untuk tiap tiap umat diantara kamu Kami berikan aturan (syariat) dan jalan yang terang.” (Al Maidah : 48) (Fathul Madjid hal 29 ).
Hendaklah setiap muslim mengetahui bahwa perjalanan hidup mereka di dalam mencari ridho Allah Azza wa Jalla, tidak akan menuju kesempurnaan kecuali didasari dengan ilmu syariat. Maka ilmu adalah sarana yang sangat penting bagi kemaslahatan manusia untuk menjalankan aktifitas hidup di dunia. Karena ilmu merupakan sumber kehidupan jiwa dalam beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sehingga tidak akan sempurna dan tegak tatanan kehidupan manusia apabila ilmu tidak lagi dijadikan pedoman dan jalan hidup mereka. Oleh karena itu Allah Subhanahu wa Ta’ala menganugerahkan ilmu bagi hati bagaikan siraman hujan yang turun ke bumi. Jadi sebagaimana tidak ada kehidupan di muka bumi kecuali dengan turunnya hujan, maka demikian pula tidak ada kehidupan bagi hati kecuali dengan siraman ilmu.
Di dalam Al Muwaththo -karya Imam Malik- disebutkan : Lukman berkata kepada anaknya : “Wahai anakku duduklah kamu bersama para ulama dan dekatilah mereka dengan kedua lututmu (bergaul dengan mereka), maka sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta`ala menghidupkan hati-hati yang mati dengan cahaya hikmah sebagaimana menghidupkan (menyuburkan) bumi dengan hujan yang deras.” (Kitab Al Ilmu Fadluhu wa Syarfuhu hal 228)
Oleh karena itu kebutuhan hati manusia terhadap cahaya ilmu merupakan kebutuhan yang mendesak. Sebagaimana kebutuhan bumi terhadap turunnya hujan tatkala terjadi kekeringan dan paceklik. Maka ilmu merupakan mutiara yang sangat berharga bagi setiap muslim. Karena dengan ilmu jiwa-jiwa manusia akan hidup dan sebaliknya jiwa-jiwa mereka akan mati apabila tidak dibekali dengan ilmu.
Sebagian orang-orang yang arif berkata : “Bukankah orang yang sakit akan mati tatkala tercegah dari makanan , minuman dan obat-obatan?” Maka dijawab : “Tentu saja,” Mereka mengatakan : “Demikian pula halnya dengan hati jika terhalang dari ilmu dan hikmah maka akan mati.”
Maka tepat jika dikatakan bahwa ilmu merupakan makanan dan minuman hati, serta penyembuh jiwa, karena kehidupan hati bersandar kepada ilmu. Maka apabila ilmu telah sirna dari hati seseorang berarti hakekatnya dia telah mati. Akan tetapi dia tidak merasakan kematian tersebut. Orang yang hatinya telah mati ibarat seorang pemabuk yang hilang akalnya (disebabkan maksiat yang dia lakukan). (Kitab Al Ilmu Fadluhu wa Syarfuhu hal 144-145). Sesungguhnya sebab utama yang bisa merusak bahkan mematikan hati adalah maksiat. Jika hati semakin rusak maka cahaya tersebut akan melemah dan berkurang. Sebagian salaf berkata : “Tidaklah seseorang yang bermaksiat kepada Allah Subhanahu wa Ta`ala sehingga (menyebabkan) hilang akalnya.”
Maka tertutupnya hati manusia dari cahaya ilmu, tergantung dari tingkatan maksiat yang mereka lakukan. Jika semakin banyak dosa yang dilakukan, maka akan semakin banyak pula celah-celah hati yang tertutup dari cahaya ilmu, dan semakin sulit terbukanya peluang bagi hati untuk tersirami dengan cahaya ilmu. Sehingga menyebabkan dia termasuk dari golongan orang orang yang lalai. Allah Subhanahu wa Ta`ala berfirman : “Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutup hati mereka.” (Al Muthaffifin : 14), Sebagian salaf menafsirkan ayat tersebut, yaitu : “Dosa yang dilakukan terus menerus (dosa di atas dosa).”
Berkata Al Hasan : yaitu “Dosa di atas dosa hingga membutakan hati.” (Meriwayatkan darinya (Al Hasan) Abd Ibnu Hamid sebagaimana dalam (Ad Durul Mantsur : 8/447) (Ad Da`u wad Dawa` hal 95-96)
Oleh karena itu hendaklah kita sebagai muslim senantiasa menjaga ilmu yang ada di dalam hati dari hal-hal yang akan memadamkannya. Disertai dengan niat yang ikhlas dan mengamalkan kandungan ilmu tersebut, serta banyak memohon ampunan kepada Allah Subhanahu wa Ta`ala. Sehingga kita bisa menepis berbagai pengaruh dosa yang merupakan sebab kelalaian dan kejahilan manusia. Sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta`ala berfirman : “(Tetapi) karena mereka melanggar janjinya, kami kutuk mereka, dan kami jadikan hati mereka keras membatu. Mereka suka merubah perkataan (Allah) dari tempat-tempatnya dan mereka (sengaja) melupakan sebagian dari apa yang mereka diperingatkan dengannya.” (Al-Ma`idah : 5)
Al Imam Syafi`i pernah mengatakan :
Aku pernah mengeluh kepada Imam Waqi` tentang jeleknya hafalanku
Maka beliau membimbingku untuk meningggalkan maksiat
Dan beliau berkata : “Ketahuilah bahwa ilmu adalah cahaya
Dan cahaya Allah tidak akan diberikan kepada orang yang bermaksiat.”
Ucapan Al Imam Syafi`i tersebut merupakan peringatan sekaligus nasehat yang bermanfaat bagi kita, jika tidak ingin kehilangan mutiara yang sangat berharga yaitu ilmu yang bermanfaat. Akhir kata, kita memohon kepada Allah agar menganugerahkan Taufik dan Hidayah-Nya, mengokohkan iman kita dengan ilmu yang bermanfaat di dunia dan akhirat serta tidak memalingkan hati kita kepada kesesatan dan kebinasaan. Amin Yaa mujiibas saa`ilin. Wallahu a`lam bis showab.
Oleh Al Ustadz Abdul Aziz as Salafy

UMI, ALLAH ITU DI MANA?

Pertanyaan itu mungkin saja keluar dari mulut anak-anak kaum muslimin.. Lalu, apa biasanya jawaban para orang tua terhadap anak-anak yang bertanya demikian?
Tak bisa dipungkiri bahwa begitu banyak kaum muslimin itu tidak tahu (awam) tentang keberadaan Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Bahkan banyak para du’at/da’i atau ustadz yang tidak tahu keberadaan Allah. Banyak diantaranya yang bilang Allah itu dimana-mana, Allah itu di hati kita, Allah itu tidak di luar alam semesta tidak pula di dalamnya, bahkan ada yang sempat menjurus dalam kekufuran yang menyatakan bahwa Allah itu bisa bergabung dengan makhluknya (manunggaling kawula gusti). Lalu mana yang benar diantara jawaban itu semua?
Tidak ragu lagi, bahwa perkataan di atas semuanya adalah batil, dan menyimpang dari aqidah ahlussunnah wal jama’ah. Perkataan Allah di mana-mana menunjukkan bahwa Allah Azza wa Jalla bisa saja berada di sekitar kita, di WC, di tubuh anjing, atau di tempat-tempat najis lainnya. Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah, seorang Ulama besar yang alim menyatakan bahwa perkataan bahwa “Allah itu di mana-mana” adalah perkataan yang batil dan termasuk ucapan ahli bid’ah seperti Jahmiyyah, Mu’tazilah dan orang-orang yang sejalan dengan madzhab mereka..
Jawaban yang tepat dan sesuai dengan manhaj Ahlus Sunah wal Jama’ah adalah bahwa Allah Ta’ala berada di langit, di Arasy, di atas seluruh makhluk-Nya dan ilmu-Nya meliputi semua tempat sebagaimana yang di dukung oleh ayat-ayat Al-Qur’an, hadits-hadits Nabi dan ijma ulama Salaf. Di dalam Al-Qur’an, Allah berfirman
“Artinya : Sesungguhnya Rabb kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa , lalu Dia bersemayam di atas Arsy” [Al-A’raf : 54]
Hal ini ditegaskan oleh Allah dengan mengulang-ulangnya dalam enam ayat yang lain dalam kitab-Nya.
Makna istiwa menurut Ahlus Sunnah adalah tinggi dan naik di atas Arasy sesuai dengan keagungan Allah Ta’ala, tidak ada yang mengetahui caranya selan-Nya. Hal ini sebagaimana ucapan Imam Malik rahimahullah ketika ditanya tentang hal ini.
“(Yang namanya) Istiwa itu sudah dimaklumi sedangkan caranya tidak diketahui, beriman dengannya adalah wajib dan bertanya tentangnya adalah bid’ah”.
Yang dimaksud oleh beliau adalah bertanya tentang bagaimana caranya. Ucapan semakna berasal pula dari syaikh beliau, Rabi’ah bin Abdurrahman. Demikian juga sebagaimana yang diriwayatkan dari Ummu Salamah Radhiyallahu ‘anha. Ucapan semacam ini adalah pendapat seluruh Ahlus Sunnah, para sahabat dan para tokoh ulama Islam setelah mereka.
Allah telah menginformasikan dalam ayat-ayat yang lain bahwa Dia berada di langit dan di ketinggian, seperti dalam firman-firman-Nya.
“Artinya : Maka putusan (sekarang ini) adalah pada Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar” [Ghafir : 12]
Artinya : Kepada-Nyalah naik perkataan-perkataan yang baik dan amal yang shalih di naikkan-Nya” [Fathir : 10]
“Artinya : Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar” [Al-Baqarah : 255]
“Artinya : Apakah kamu merasa terhadap Allah yang di langit bahwa Dia menjungkir balikkan bumi bersama kamu, sehingga dengan tiba-tiba bumi itu bergoncang atau apakah kamu merasa aman terhadap Allah yang di langit bahwa Dia akan megirimkan badai yang berbatu. Maka kelak kamu akan mengetahui bagaimana (akibat mendustakan) peringatan-Ku” [Al-Mulk : 16-17]
Allah telah menjelaskan secara gamblang dalam banyak ayat di dalam kitab-Nya yang mulia bahwa Dia berada di langit, di ketinggian dan hal ini selaras dengan inidikasi ayat-ayat seputar istiwa.
Dengan demikian, diketahui bahwa perkataan ahli bid’ah bahwa Allah Ta’ala berada di setiap tempat (di mana-mana) tidak lain adalah sebatil-batil perkataan. Ini pada hakikatnya adalah madzhab Al-Hulul (semacam re-inkarnasi,-penj) yang diada-adakan dan sesat bahkan merupakan kekufuran dan pendustaan terhadap Allah Ta’ala serta pendustaan terhadap Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam di mana secara shahih bersumber dari beliau menyatakan bahwa Rabb-nya berada di langit, seperti sabda beliau.
“Artinya : Tidakkah kalian percaya kepadaku padahal aku ini adalah amin (orang kepercayaan) Dzat Yang berada di langit?” [Shahih Al-Bukhari, kitab Al-Maghazy, no. 4351, Shahih Muslim, kitab Az-Zakah no. 144, 1064]
Demikian pula yang terdapat di dalam hadits-hadits tentang Isra dan Mi’raj serta selainnya.
[Majalah Ad-Da’wah, vol. 1288]

Selasa, 26 Oktober 2010

Bapaku Luar biasa

ungkin lebih tepatnya "bapakku luar biasa!!" karena kasih  sayang dan pengorbanan yang tercurah unutk anaknya tiada bandingnya


aku terlahir memang dikeluarga yang menurutku sangat biasa. Saya buka anak dari pejabat negara, atau pengusaha kaya yang cabangnya sudah seantero Indonesia. Atau juga bukan insinyur yang pandai membuat gedung bertingkat. Bapak saya hanyalah seorang petani miskin yang hidupnya sederhana.

ah ingat masa-masa dulu sewaktu Bapaku diamanahi memipin sebuah desa, desa tertinggal sangat terisolasi dari kota. lampu penerangan belum ada jalan desa masih belum diaspal, perekonomian penduduk masih rendah itulah amanah bapaku sebagai pemimpin harus merubah dari desa tertinggal menjadi desa maju.

banyak suka dan duka ketika bapaku memgeang amanah sebagai pemimpin desa, kerja keras bapak membuahkan hasil desaku yang tadinya desa tertinggal menjadi desa yang maju bahkan menjadi desa yang berprestasi. itulah kebangganaku sebagai anaknya pengorbanan bapak unutk kemajuan desa tidak sia-sia. sebelum menjadi pemimpin desa bapaku salah satu yang mempunyai banyak kebun ladan ataupun sawah, tapi semenjak menjadi pemimpin sawah ladang kebun habis semuanya unutk membangun desa, alhamdulilh bapaku menjalankan amanhnya dengan baik banyak proyek desa ratusan juta bahkan miliaran unutk dana pembanguna desa tidak ada sepesrpun yang bapaku gunakan untuk kemakmuran keluarga karean prisipnya air yg diminum tp ada sedikit kotoran cicak maka kita akan jijik eminumnya begitu jg dengan korupsi sedikit saja memakan uang hasil korupsi maka itu akan menjadi kotor semua keluarga.

kini stelah bapak berhenti menjadi pemimpin desa banyak yang tidak suka dengan keberhasilanya, ada saja orang iri dengki ( smga Allah memaafkan ) bapaku di fitnah dituduh korupsi bak seorang koruptor bapaku dibawa bak seorang pesakitan, bapaku dihina bapaku di caci oleh lawan politnya bapaku disidang dituduh korupsi memakan uang rakyat, ini yang membuat aku bangga sama bapaku dengan situasi begitu bapaku tetap tenang tetp sabar, slalu memberikan motivasi unutk anaknya bahwa kalau kita tidak salah tenang saja Allah akan menolong hambanya yang sabar. dan dengan kejujuran dan kesabaran bapaku semua tuduhan korupsi bapaku tidak terbukti, dan yang menuduh korupsi berbalik malu karean telah menuduh bapaku, malahan semakin banyak saja yang simpati pada bapaku..bapaku berkata " skenario Allah lebih jitu daripada skenario manusia"

Sekarang, bapaku hidup tentram sebagai petani, hidup tenaang beribadah, sambil menunggu anak-anaknya membawakan calon mantu..hehehe pasti mantu itu akan disambut oleh bapakku yang hebat itu... hehehe

Ayah kaulah Guru itu

ia ajarkan aku tuk jadi sekokoh karang ditengah lautan
ia ajarkan aku tuk jadi setegar mentari yg ikhlas membakar diri tuk terangi dunia dgn sinarnya
ia ajarkan aku tuk jadi selembut purnama yg menerangi gulita
ia ajarkan aku tuk jadi sesederhana melati yang tetap harum hingga keujung masanya
ia ajarkan aku tuk jadi seteguh rimbunan bambu yang tak mudah patah meski ia terus meliuk dihempas badai

ia ajarkan aku tuk jadi setenang samudera dalam mengarungi kehidupan
ia ajarkan aku tuk jadi seharum mawar yang mampu menebar aroma kebahagiaan bagi orang2 disekitarku
ia ajarkan aku untuk tak pernah malu dengan diri sendiri selama aku berjalan di jalanNya
ia ajarkan aku tentang kehidupan, tentang arti pengorbanan, tentang makna keikhlasan, tentang arti airmata, tentang bahagianya mengadu di telingaNya, tentang  sejuknya  wudhu di kala fajar menyapa, tentang segalanya.....

sosok itu bernama ayah...
seorang ayah yang terkadang harus bergadang malam menjaga si buah hati yang tertidur lelap dipangkuannya
seorang ayah yang terkadang harus menahan kantuknya untuk menyelesaikan tugas lemburnya
seorang ayah yang terkadang harus menggadaikan rasa gengsinya untuk berhutang demi melengkapi kebahagiaan si kecil

seorang ayah yang terkadang harus rela banting tulang mencari dana tambahan agar dapurnya tetap mengepul
seorang ayah yang terkadang harus rela tak pernah membeli sehelai sarung dan sebuah peci baru asalkan si permata hati mendapat baju baru di hari lebaran
seorang ayah yang terkadang harus merelakan jatah makan malamnya karena si cahayamata kelihatan masih ingin menyantapnya

seorang ayah yang menyembunyikan tangisnya hanya dihadapanNya
memohon, merayu dan meminta kebahagiaan buat si buah hati tercinta
seorang ayah yang meminta pada sang Kuasa agar sakit si kecil berpindah ke tubuhnya saat sikecil menggigil kedinginan ditengah demamnya
seorang ayah yang takkan pernah bisa kau balas jasanya walaupun kau gendong ia sama seperti ia menggendongmu dahulu
seorang ayah yang takkan pernah bisa kau balas budinya meski kau suapi ia, kau tatih ia seperti ia menyuapimu dan mentatih langkah kecilmu dulu

sebenarnya ia pun tak pernah minta kau balas semua budi dan jasanya
hanya do'amu sebagai anak yang shalih yang ia pinta, karena itu yang akan membuat tali cinta itu takkan pernah putus selamanya
meski jasad terlepas dari raga,
meski bumi menjadi pemisah keduanya,
meski mata tak lagi bisa menatap,
meski bibir tak lagi mampu berucap....

Ya Rabb...berikan ia kekuatan
banjiri ia dengan lautan kasihMU
sapa jiwanya dengan lembut cintaMU
seka airmatanya dengan rahmat sayangMU
balas segala jasanya dengan sebaik2 balasan dariMU
berikan ia yang terbaik didunia dan akhirat nanti dengan jannahMU




love you ayah....

Senin, 25 Oktober 2010

aku hanya setitik debu

Duhai kekasih-ku ILAHII....
Aku hanya setitik debu yg berada di padang pasir-MU..
Debu yg berserakan tak tentu arah tujuan-ku..
Debu yg kotor tak bermakna indah ..
Debu kumuh tak baik rupa...
Karena yg indah adalah haq atas -MU..
Yang suci adalah haq atas kuasa-MU..
Yang baik adalah hanya kebaikan-MU...
Duhai Allah, kekasih hati-ku...
Apalah artinya sebulir debu dihadapan-MU...
Apa makna bagus hanya debu dimata-MU..
apa hakikat terindah hanya debu dalam genggaman-MU...
Aku hanya setitik debu yg tak makna arti tanpa-MU..
Aku hanya seonggok kotoran yg tak punya hak apa2 atas-MU..
Karena ku paham dan mengerti ..
Bahwa...
Tidak ada manusia yg se'suci rasanya..
Karena kesucian itu adalah hak atas Allah...
Dan...
Manusia itu hanya setumpuk kesalahan dlm dirinya,
Tidak ada yang benar kecuali Haq~Nya...
Ya Rabb..,
Walaupun hanya debu-MU..
Walaupun hanya kotoran-MU..
Aku tetaplah hamba yang penuh dhoif..
Aku hanyalah hamba yg fakir...
Dhoif dlm kehendak-MU...
Fakir dalam keberadaan-MU...
Yaa ILahii..
Aku hanya setitik debu yg taat akan segala..
Af'al-MU..
Qadar dan Qadha-MU...
Taat-ku menjadi debu-MU..
Ikhlas-ku menjadi manusia tak makna-MU..
Selamanya istiqomah dalam...
Debu di padang pasir ..
Dalam kesunyian diatas keramaian....
Amien.....
Sulbi Peridu cinta-Nya..
@mbar.ss

angin peuting

angin... pang nepikeun salam kuring kanu tos lawas teu aya beja...abdi didieu meni asa gulinggasahan bae jungjunan, emut wae ka salira, salira bet kapiray bae, hariwang inggis eneng  midua akang.
angin....tambah peting tambah gulunggasahan ieu hate, kunaon imut eneng kabayang bae, kunanon teteup eneng ka emut bae, bener kitu nikieu teh jodoh asa kasiksa diri...
Duh Gusti Allah anu agung... tulungan ieu hate abdi

Minggu, 24 Oktober 2010

emut ka eneng

inget kapungkur basa urang calik duduan, urang silih asih silih pikaheman, tapi ayuena urang tos papisah,
duh eneng...teu emut kitu ka aa, abdi di dieu emut wae ka eneng, hirup asa teu mecak nu dipikiran ngan ukur eneng sorangan...neng nuju naon kitu? meni teu aya kabar-kabarna, boa-boa anjeun tos midua?

Jumat, 22 Oktober 2010

Neangan Pijalaneun

MULANG ti pagaweana, Nunu teu luluy muru imahna. Pikirana nu baluweng ti kamarina keneh, maksa sukuna sangkan nyimpang heula ka imah sobatna, Oji.
“Na, bet siga hayam ku cekak! Kunaon maneh teh, Nu?” Can ge Nunu ngecagkeun parabot diukna, geus disantongan manten ku pananya Oji.
“Nyeta puguh Ji, caritana mah uing teh keur baluweng, ieu teh.”
“Jih, na geuning baluweng!? Baluweng teh baluweng kumaha?” Oji cupu-capa kana pesak bajuna. Goloprak, ngaluarkeun bungkusan roko keretek. “Barina ge Nu, selang teuing pipilueun mikiran Bank Century lah. Sing tepi ka botakna ge tah hulu, percaya, moal aya pangaruhna kana bungkus roko mah!” ceuk Oji ditungtungan nyundut rokona. Teuing ka mana leokna congo caritaanana mah.
“Lain kitu, Ji. Ieu mah duarieus yeuh!” Nunu nurut. Milu nyeungeut rokona. Sedot, pelenyun. Haseup mulek. Rohangan imah salin jinis jadi siga di jero pangar.
“Duarius teh, duarius kumaha? Cing atuh bejakeun ka uing. Sugan bisa mantuan!”
“Puguh, nu matak ka dieu ge, sugan di dinya mah boga bongbolongan!”
“Tah geuning. Maneh mah teu poho kana karesep uing… ngabolongan. Hehe! Cing, sok atuh bejakeun, naon nu kudu dibolongan teh?”
“Puguh kieu ieu teh, Ji…” Nunu nyelang heula ngetrukeun tungtung rokona kana biwir asbak. Prul, calacahna marurag. “Ke, tapi meunang mun uing menta cai heula!?”
“Ih, na ieu mah Ki Dulur teh!? Geus menta dipangabonglongankeun, hayoh deuih menta cai!” Omong Oji bari nyerengeh. “Tapi heug lah. Ku uing dipangnyokotkeun. Ngarah beungeut maneh teu cakueum teuing!” pokna deui bari kebat muru dapur. Balik deui teh aya nu milu. Teko nanangkel dina leungeuna.
“Di dinya sok naheur cai oge, Ji?” Bener oge, Nunu jadi meunang piseurieun.
“Sugan nguji ieu mah Ki Semah teh!?” Oji nyantongkeun tulale teko kana gelas. ”Yeuh, Nu. Ti mimiti sasapu, ngepel, nyeuseuh, gegeroh, tepi ka ngejo, seubeuh uing mah! Heueuh, da teu kitu mah rek kumaha deui? Piraku ari budak kudu dititah nebeng dahar di tatangga onaman mah!?”
“Ah, heueuh we. Peupeuriheun pamajikan jauh-jauh neangan duit! Sugan salakina mah nu di lembur, daek-daek ngurus imah atuh. Kitu lin, Ji?”
“Tah geuning pinter maneh teh! Heueuh. Pikiran uing ge tepi tah ka palebah dinya! Enya. Dipikir-pikir mah asa tibaralik hirup teh! Heueuh sorangan, kitu. Ieu mah nyaritakeun uing. Manasina maneh…” ceuk Oji bari ngareret Nunu. Nu direretna mah semu ngabalieur. Ngarasakeun tungtung omongan sobatna nu rada nunjel kana angena.
Meunang sawatara jongjongan, duanana kalah paheneng-heneng. Bangun keur silih teuleuman pikiran jirim nu keur disinghareupanana.
“Eh, enya. Lain tadi teh maneh boga picaritaeun? Cing atuh kumaha?” Oji nu meupeuskeun kasimpe.
“Tapi ieu mah sual pribadi, Ji.”
“Pribadi kumaha? Hartina… uing teu kudu apal?”
“Is, lain kitu, Ji. Pan ceuk tadi ge, nu matak uing ka dieu teh hayang menta bongbolongan.”
“Kumaha atuh?”
Nunu narik napasna. Semu beurat. Bangun enya kasaeur ku bangbaluh jeroeun dadana. “Tapi… kira-kirana di dinya bisa ngarusiahkeunana?” Nunu kalah nanya bari mencrong.
“Sugan eta maneh, percaya teu ka uing?”
**
CACAP nyaritakeun satengah pasualana, Nunu nyelang heula maseuhan tikorona ku cai herang tina gelas hareupeunana. Kebat ngareret Oji. Hayang nyidikeun reaksina. Nu direretna mah katara lir nu keur mikir. Marengan paroman beungeutna nu geus robah ti samemehna.
“Jadi, intina mah salila ieu teh maneh bobogohan jeung Nyi Lilis, anakna Ma Urmi, nu boga warung sangu di parapatan. Bari jeung bobogohanana maneh teh susulumputan. Kitu meureun?”
“Nya kitu tea, Ji. Susulumputan teh iwal ti hareupeun indungna.”
“Tuluy… nu ceuk maneh baluweng, palebah mana tah? Pan meureun ilahar kangaranan lalaki resep ka awewe mah. Tong boro nu kakara sarengseng panon, dalah nu sarengseng padung ge mungkin bae.”
“Sual eta sih ngarti uing oge. Jeung teu jadi bahan pamikiran. Ngan ieu yeuh, Ji…” Nunu ngarandeg heula. Bangun asa-asa rek pok. “Manehna teh keur… gede beuteung.”
“Gede beuteung? Reuneuh maksud maneh teh?” Oji ngarenjag.
“Kitu sabenerna mah, Ji.”
“Ke… ke heula, Nu. Ari maneh apal ti saha mun manehna bener-bener keur reuneuh?” Oji mencrong beungeut Nunu.
“Manehna nyuratan.”
“Maneh percaya? Tuluy… yakin yen maneh nu ngalantarankeunana?”
“Ari saratus peresen mah henteu. Dalah uing teu apal: Naha aya lalaki sejen, iwal uing, nu pernah sare jeung manehna? Ngan nu eces, uing moal rek mungkir, uing memang kungsi.”
Semet dinya, duanana taya nu lemek. Sakedapan pada sibuk dina pikirana sewang-sewangan.
“Kumaha tah, ceuk di dinya, Ji?” Nunu bangun teu sabar hayang geura nyaho pamanggih sobatna.
“Kumaha mun titah digugurkeun?”
“Sual ngagugurkeun mah gampang. Tapi lain eta Ji, masalahna. Manehna teh menta tanggung jawab.”
“Menta dikawin?” Oji ngahuleng. “Nya atuh tong hayang dikawin kituh! Gantian we ku naon? Ku duit, upamana.”
“Saleuheung mun bisa kitu, Ji. Meureun uing ge moal jangar teuing. Isuk pageto ge moal burung ditambruan tah. Ngan eta tea, Ji. Manehna teh keukeuh menta dikawin. Basana ge, keun bae jadi nu kadua atawa nu katilu oge, asal bener-bener dikawin sacara sah! Kitu ceuk dina suratna mah.”
“Ke lanan. Ari memehna aya perjanjian tepi ka dinya henteu?”
“Perjanjian sih euweuh. Ngan ieu tea, Ji. Hate leutik uing yeuh. Uing memang ngaku. Rumasa! Jeung pangpangna mah, paur we kana ancamanana. Bararaid teung ari kudu nyirekem di bui onaman mah! Di dinya ge tangtu ngarti meureun. Sing enya ge susulumputan, tapi pan bukti mah bisa dikorehan. Jeung indungna tangtu apaleun ongkoh.”
“Nya atuh geus we kawin ku maneh! Pan maneh mah tangtu sanggup marabanana, lin?”
“Tah ieu. Lain teu kapikir ku uing ge tepi ka dinya. Tapi pan di dinya ge nyaho sorangan. Kumaha timburuanana pamajikan uing. Tong boro tepi ka kituna, dalah telat balik sapoe ge, wuih, ngawakwakna! Sedeng manehna, enya Nyi Lilis tea, hayang dikawin sacara sah. Meureun nu dimaksudna teh di hareupeun naib. Kudu aya idin ti pamajikan. Jeung ngarah nyaho sarerea we ongkoh!”
“Leupaskeun nu ieu!”
“Beurat, Ji, beurat! Pamohalan tepi ka dinya mah. Lianti karunya ka budak, kumaha keh ceuk mitoha? Atawa ceuk tatangga? Apal sorangan lin, sasat hirup uing mah, enya siga ayeuna, bisa digawe, bisa boga imah, pan lantaran kulawarga pamajikan sareatna mah ta teh!”
“Duka atuh ari kitu mah.” Oji ngaraga meneng. “Tapi najan kumaha bae oge, Nu, ceuk uing mah, kudu we eta mah salah saurangna aya nu jadi korban!”
**
OBROLAN Nunu jeung sobatna teu bisa tepi kana kaputusan. Nunu can bisa manggihan kumaha pijalaneunana geusan kaluar tina karangkeng pasualan nu nguribengan dirina. Pasualan nu dijieun ku dirina sorangan.
Pon kitu, Nunu ngabenerkeun kana caritaan Oji, yen salah saurangna kudu aya nu jadi korban. Mun henteu pamajikanana, nya tangtu Nyi Lilis, ari lain dirina onaman mah!
Sajajalan muru ka imahna, uteuk Nunu uleng deui. Kuar-kuir deui. Neangan jalan sejen nu sakirana lancar disorang. Can kapanggih!
Inget kana surat nu ti Nyi Lilis. Surat teh katarimana kamari. Nyampak geus aya dina pesak calanana. Karampa basa neangan korek api keur nyeungeut rokona, waktu karek turun pisan ti imah Nyi Lilis. Harita teh Nyi Lilisna mah hawar-hawar papadon ti jero imah.
Eusi surat Nyi Lilis memang henteu sacara terang-terangan nuliskeun ngaran ‘Nunu’. Tapi semet ku kecap ‘Akang’. Minangka nu dipenta tanggung jawabna. Najan kitu, pangrasa Nunu, tangtu nu dimaksudna teh nya manehna tea. Manehna nu sakali mangsa teu bisa nyingkahan pangajak setan. Hartina, tina eusi eta surat, taya hal nu pantes jadi bahan pijalaneun.
Ahirna, sanggeus Nunu satekah polah meruhkeun kamampuh uteukna, minangka bukti tina ‘engke kumaha’, behna mah kudu balik kana asal, ‘kumaha engke’.
Tepi ka imahna, Nunu teu loba luak-lieuk. Teu keketrok-keketrok acan. Langsung asup ngaliwatan lawang hareup.
Gebeg, manehna ngarenjag. Kebat ngajengjen dina lawang panto. Panona rut-ret ka nu keur dariuk di patengahan. Nyi Lilis keur papahareup jeung pamajikanana. Dada Nunu ngadadak ratug.
“Tah geuning…!” pamajikan Nunu nu ngalieuk. Dituturkeun ku paneuteup Nyi Lilis sareretan sarta kebat tungkul.
Nunu taki-taki rek nyinghareupan Perang Baratayudha! Gilig harita keneh, salah saurangna kudu aya nu jadi korban! Bari taya kecap nu kedal, gek milu ngariung.
“Na geuning Akang teh kalah ngabueuk?” Sora pamajikan Nunu matak ngageterkeun kekendangan ceulina. “Ieu Nyi Lilis, Kang…” teu kebat. Lir ngahaja nungguan reaksi salakina. Nyi Lilisna mah masih tungkul.
“Ieu Nyi Lilis, saurna bade naroskeun, kumaha serat teh tos didugikeun?”
“Kumaha?” Nunu semu curinghak.
“Ih, ari Akang! Tos didugikeun serat Nyi Lilis ka… saha teh geuning rerencangan Akang, ka Kang Oji?”
”Kumaha? Dedengean teh surat keur si Oji?” Nunu bener-bener curinghak.
”Ih, ari Akang. Akang teh kunaon? Enya, serat Nyi Lilis nu dititipkeun ka Akang, saurna kumaha? Tos dipasihkeun ka Kang Oji?” Pamajikan Nunu nyaritana semu anca.
“Baruk? Jadi surat teh jang si Oji?’ Nunu mencrong beungeut pamajikana. Kebat ngareret Nyi Lilis. Nu direretna mah masih angger. Tungkul!
“Itu geura ari Akang. Panyangki Akang kanggo saha kituh?”
“Ah henteu.” Tembal Nunu meh teu kadenge. Bareng jeung pikirana nu ngabelesat ka tukang. Kamari, waktu apal dina pesak calana aya surat, Nunu inget, Nyi Lilis teh hawar-hawar cacarita ti jero imah nu teu pati jentre kana ceulina. Tadi, waktu ngobrol jeung Oji, Nunu kungsi mireungeuh sorot panona nu beda. Nu teu bisa kahartikeun ku manehna. Kiwari… Nunu ngarasa hanjakal. Kaduhung geus kumawani cacarita ka sobatna, Oji.
Awak Nunu ngolosod. Nambru dina korsi.
Ret deui ka Nyi Lilis. Angger. Tungkul!
“Heueuh, euweuh mangpaatna boga hape oge!”***

ka sakola

Seja miang ka sakola,
rek diajar nambahan elmu pangarti,
pigeusaneun bekel hirup,
sabab mungguhing manusa,
kudu pinter beunghar ku elmu panemu,
komo jaman pangwangunan,
urang kudu singkil bakti.

Ibu...

Ibu...
Bulan dan langit yg kutatap tadi malam...
Adalah bulan yg sama dgn yg diatas rumah kita...
Aku tlah biaskan kasih dan rindu ini pada langit...
Tlah ku titipkan salamku untukmu pada bulan dan bintang....
Dan kubisikan pada hembusan angin....
Terimakasih? ibu....
Untuk pahit getir yg kautempuh untukku


Ibu...
Malam td? tlah kupanjangkan doaku....
Tlah kusungguhkan untukmu ibu....
Mungkin Tuhan menyenanginya....
Sehingga hatiku terasa akrab denganNya....

Ujang Pucung

yasana Jisim Uing)
Pabeubeurang, balik ti sakola, aya surat buligir gular-golér dina méja. Henteu maké kop surat. Ditujulkeunana, jelas ka kuring. Dicokot, dibuka jepitan hékterna. Horéng surat ondangan. Eusina ngondang kuring kana acara silaturahmi sakalian ménta pidu’ana yén manéhna arék tandang makalangan dina Pemilu 2009 pikeun jadi anggota DPR RI. Disebutkeun partéyna, urutanana, jeung daérah pemilihanana deuih. Di handapna, aya tanda tangan manéhna jeung ngaran jelas: Ir. H. Ujang Mulyana. Anu matak kuring kapiasem, di handapeun ngaran lengkep, aya tulisan leungeun ku mangsi hideung dina jero kurung. Unina: Murid Ibu, Ujang Pucung téa.
Kagugu jeung kagagas deuih. Teu karasa, aya anu beueus dina kongkolak mata. Masih kénéh inget ka kuring, geuning, masih kénéh nganggap guru ka kuring téh, geuning. Padahal kuring jadi guru manéhna téh basa keur di SD, sakitu puluh taun ka tukang. Padahal ayeuna manéhna geus jadi jalma jugala. Kaasup salasahiji pengusaha suksés di Bandung. Di lembur kuring, malah bisa jadi di kabupatén kuring, moal aya nu bireuk deui ka Bapa Haji Ujang Mulyana mah. Boa sa-Jawa Barat kétang. Ngaranna jeung potrétna mindeng katémbong dina koran. Beungeutna, anu ceuk kuring mah, méh taya robahna ti jaman keur budak, pédah ditambahan kumis ipis, mindeng katémbong dina televisi, dina rupa-rupa acara jeung kagiatan.
Enya, Ujang Pucung.
(Heuheuy deudeuh, sok aya-aya baé hidep mah, Pucung.)
Di lembur kuring loba anu ngaran Ujang téh. Pikeun ngabédakeunana sok dituturkeun ku ngaran kolotna. Ujang Agus, Ujang anakna Pa Agus; Ujang Karim, Ujang anakna Mang Karim; Ujang Jaya, Ujang anakna Ki Jaya; Ujang Amil, Ujang anakna Pa Amil, jeung réa-réa deui. Tapi ari manéhna mah nenggang ti nu séjén: Ujang Pucung, pihartieunana Ujang anu resep nembangkeun pupuh Pucung. Kuring apal kana pihartieunana, lantaran rumasa wé, kuring anu boga dosa ngalandih manéhna kitu téh. Malah sakapeung mah, cukup ku nyebut Pucung baé, teu maké Ujang deui.
Murid Ibu, Ujang Pucung téa, cenah.
(Emh, Pucung, nuhun henteu poho ka Ibu).
Enya, murid kuring manéhna téh. Mimiti kaajar di kelas tilu SD. Manéhna kaasup murid calakan. Hiji mangsa, dina pangajaran basa Sunda, kuring ngajarkeun pupuh. Ari anu diajarkan téh pupuh Pucung. Rumpakana, rumpaka anu geus populér. Ari sababna, salian ti hésé néangan rumpaka séjén téh, kuringna sorangan ngan apal kana éta rumpaka. Anu unina kieu geuning:
Utamana jalma kudu réa batur,
keur silihtulungan,
silihtitipkeun nya diri,
budi akal lantaran ti padajalma.
Barudak dititah ngapalkeun éta pupuh, sarta minggu hareupna kudu bisa nembangkeun sorangan-sorangan. Dina émprona, manéhna pangheulana ngacung. Ka hareup, ngong tembang. Sanajan sorana henteu halimpu, tapi wirahmana mah bener. Harita ku kuring dipuji. Da enya kudu meunang pamuji tina usaha jeung kawanina. Sabab kuring nyaho, sanajan uteukna éncér, manéhna teu boga anléh kana seni sora. Lain, lain teu boga bakat seni, da ari kana ngagambar jeung nyieun karajinan mah, kawilang alus.
Manéhna kaajar deui ku kuring téh di kelas lima. Tah, harita kuring ngalandi manéhna Si Pucung téh. Lain ngéwa, lain keuheul, ih teu pisan-pisan. Ngan kagugu wé. Atuda unggal dititah nyanyi ka hareup, angger nembangkeun pupuh Pucung “Utamana jalma kudu réa batur”. Teu galideur ku digeuhgeuykeun, malah sakapeung sok sakalian diheureuykeun. Maenya geura, nembangkeun pupuh Pucung bari jogéd kawas nyanyi dangdut! Babaturanana ager-ageran, manéhna mah kalem wé teu riuk-riuk.
“Hidep mah angger taya robahna ngalagu téh, ti kelas tilu kénéh, hayoh waé pupuh Pucung,” ceuk kuring.
“Atuda resep Ibu,” témbalna.
“Ganti-ganti atuh rumpakana, ulah ‘utamana jalma’ baé!”
“Ah, teu raoseun, Ibu,” cenah.
“Si Pucung wé sugan hidep mah!”
Babaturanana saleuseurian.
Kuring gé teu nyangka, omongan kuring bet jadi panglandi anu napel nepi ka kaluar sakola. Jeung deuih, manéhna ogé kawas anu reueus dilandi Ujang Pucung téh. Hal éta katangén waktu manéhna jadi juara pasanggiri maca sajak antar-SD dina Porseni Kacamatan. Ku kuring diumumkeun di kelas. Ari pokna téh, “Ujang Pucung téa atuh, siapa dulu dong gurunyah ….”
“Huuuhhh …,” ceuk barudak nu séjén.
Kuring kapiasem.
Ayeuna Si Pucung, Ujang Pucung, aéh Ir H. Ujang Mulyana, jadi caleg DPR RI. Naha henteu cukup kitu ku jadi pengusaha suksés? Engké rék ditanyakeun ka manéhna. Sakalian ménta dihampura, pédah kuring geus ngalandih Si Pucung. Enya, dihenteu-henteu ogé aya ari rasa rumasa salah mah. Atuda sugan téh moal kitu jadina ….
(Emh, Pucung, hidep kudu béak-béak ngahampura ka Ibu.)
Dina waktu anu geus ditangtukeun, kuring datang ka imah Mang Atang, aéh Haji Atang, bapana Ir. H. Ujang Mulyana. Agréng jeung lega ayeuna mah imahna ogé.
Sup ka pakarangan imahna, horéng geus loba jelema. Ti jero imah kaluar lalaki umur 35 taunan, rurusuhan nyampeurkeun kuring. Teu samar, najan awakna jadi lingsig jeung katémbong beresih ogé: Si Pucung, aéh ….
“Ibu, Bapa, aduh …. mangga ka lebet. Kawitna mah ku abdi badé dipiwarang dipapagkeun ka supir ….,” cenah, solongkrong munjungan, cium tangan.
“Ieu téh ….?”
“Pucung, Ibu,” pokna. Enya, tadi gé henteu samar. Ngan bingung, kudu kumaha nyebut ka manéhna ayeuna? Geuning, teu kudu robah. Angger ngabasakeun: Pucung, Ujang Pucung.
Kuring didiukkeun ngaréndéng jeung Bi Haji Isah, indungna. Ari salaki ngaréndéng jeung Mang Haji Atang. Di tengah-tengah antarana, manéhna diuk ngaréndéng jeung pamajikanana. Teu kungsi lila, der baé acara dimimitian. Da cenah nu boga hadas keukeuh, acara kakara bisa dimimitian lamun kuring geus datang!
(Emh, Pucung, dianggap naon atuh Ibu ku hidep téh?)
Acara dijejeran ku Pa Agus, anu sok biasa nga-MC-an di lembur kuring. Teu loba unak-anikna, sanggeus dibuka langsung kana biantara ti sohibul-bét. Capétang perténtang nyaritakeun lalakon hirupna, direumbeuy ku heureuy seger. Suasana karasa hégar. Tapi kuring mah mindeng ngalimba salila ngadéngékeun caritaanana téh. Carita ngeunaan manéhna, anu sabagian gedé kuring geus apal. Ngan henteu saeutik deuih anu kakara apal harita kana jero-jerona.
Manéhna ngamimitian biantara ku nembang. Nembangkeun pupuh Pucung:
Utamana jalma kudu réa batur,
keur silihtulungan,
silihtitipkeun nya diri,
budi akal lantaran ti padajalma.
Cenah, éta téh lagu anu munggaran ku manéhna diapalkeun enya-enya. Méh unggal usik. Bisa jadi mimitina mah lantaran aya “kawajiban” kudu apal. Lagu anu manéhna henteu sieun ngahaleuang, lantaran dipuji ku guru waktu munggaran ngahaleuangkeunana hareupeun batur. Saterusna, jadi lagu karesep manéhna. Tungtungna, jadi “lagu wajib” manéhna. Lain baé mun dititah nyanyi di kelas, tapi boh hahariringan, boh héhéotan, asa kurang afdol lamun lain lagu Pucung “Utamana jalma kudu réa batur” téh. Nepikeun ka manéhna meunang panglandi Ujang Pucung. Henteu ambek, henteu éra deuih. Duka ku naon, reueus baé nu aya disebut Ujang Pucung téh.
Tina karesep keur budak, bet jadi kabiasaan. Kabiasaan hahariringan atawa héhéotan lagu Pucung téh manjang nepi ka ayeuna. Komo ayeuna mah, sanggeus manéhna ngarasa, yén pangna manéhna bisa suksés téh lantaran lagu Pucung. Lain wirahmana, lain rumpakana, lain dang-ding-dungna wungkul. Tapi gumulung, sumerep-sumarambah jadi jenggléngan palasipah nu miraga-sukma. Bari manéhna sorangan henteu sadar kana prosésna.
(Emh, Pucung, Ibu mah ngan saukur guru SD. Teu nyangka geuning pangajaran Ibu téh gedé pangaruhna keur hidep mah.)
Manéhna bisa ngaréngsékeun kuliah, sasatna mah ditulungan ku babaturan sakampusna. Da ngandelkeun pangasilan kolotna di lembur mah, pimanaeun atuh. Kahirupan kolotna anu jadi buruh tani, geus lain koréh-koréh cok deui, tapi cok koréh-koréh. Ku babaturanana, manéhna dipihapékeun ka emangna anu boga percitakan. Ahirna manéhna bisa kuliah bari digawé di percitakan.
Teu kungsi sataun, antara manéhna jeung dununganana, “silihtitipkeun nya diri”. Manéhna nitipkeun dirina sorangan, ari dununganana nitipkeun diri anakna nu awéwé.
“Nya ka anjeunna abdi nitipkeun pibudakeun téh,” cenah, ditungtungan ku sareuri hadirin.
Réngsé kuliah, manéhna neruskeun usaha mitohana. Tina percitakan dironjatkeun jadi penerbitan, husus nerbitkeun buku-buku pangajaran. Ngaran pausahaanana ogé diganti jadi CV Utama, nyokot tina padalisan kahiji pupuh Pucung “Utamana jalma kudu réa batur”. Taun 90-an mémang keur meujeuhna booming bisnis buku pangajaran. Tah, harita Penerbit CV Utama mimiti ngajaulna téh, jadi salasahiji penerbit gedé di Bandung. Buku-bukuna sumebar ka sakuliah Indonésia.
Usahana ngarekahan kana widang séjén, nya éta rumah makan. Rumah makan anu munggaran diadegkeun di jajalaneun ti Bandung ka lemburna. Dingaranan Rumah Makan Situ. Cenah, “stu” téh singgetan tina “silitulungan”, padalisan kadua tina rumpaka pupuh Pucung paporitna. Kiwari RM Situ geus muka cabang di sawatara tempat.
Tina rumah makan, ngagilek saeutik kana hotél. Hotél anu mimiti dibeuli ku manéhna téh ayana di salasahiji tempat wisata. Ngaranna diganti. Anu tadina ngagunakeun basa asing jadi Hotél Titip Diri. Cenah dicokot tina padalisan katilu rumpaka pupuh Pucung kameumeutna.
“Ari anu ngawitan ngawanohkeun pupuh Pucung ka abdi, jalmina ogé ayeuna aya di dieu. Tah, Ibu Purma. Sasatna mah, nya anjeunna anu masihan dadasar palasipah hirup ka abdi téh. Hatur nuhun, Ibu,” pokna.
Aya nu nyelek dina tikoro, aya anu beueus dina kongkolak mata. Horéng geuning, kuring teu kudu ménta dihampura pedah geus ngalandi Si Pucung ka manéhna. Da geuning keur manéhna mah malah jadi kakuatan anu luar biasa. Jadi dadasar palasipah hirup, cenah.
(Emh, Pucung, Pucung …. hidep geus mumbulkeun rarasaan Ibu ka awang-awang ka uwung-uwung.)
Karasa aya anu can réngsé cenah dina ngamalkeun palasipah pupuh Pucungna téh. Nya éta dina ngajanggélékkeun padalisan kaopat “budi akal lantaran ti padajalma”.
Bulan Juli taun tukang, manéhna ditawaran jadi caleg ku salasahiji partéy gedé. Haratis, sarta ti mimiti nomer urut nepi ka daérah pemilihanana, bisa milih sorangan. Boa-boa ieu cenah, jalan pikeun ngawujudkeun “budi akal lantaran ti padajalma téh”. Sanggeus dipikiran dibulak-balik, dibeuweung-diutahkeun, disawalakeun jeung kulawargana, dipadungdengkeun jeung babaturanana, éta tawaran téh ditarima. Nyokot daérah pemilihan anu ngawengku lemburna sorangan, bari susuganan manggihan jalan pikeun mulang tarima ka lemah sarakan.
Naon deui atuh? Da ceuk kuring mah geus loba anu dipigawé ku manéhna keur lemburna téh. Kaasup ngaronjatkeun ajén lemburna. Manéhna, ka saha baé ogé, di mana baé ogé, sok ngakukeun dirina pituin urang lembur dieu. Tara ngaku urang Bandung! Éta anu jadi pamujian saréréa téh: teu poho ka purwadaksina.
“Nu mawi ayeuna abdi neda pangrojong sareng pidu’ana ti sadayana. Upami janten anggota déwan téh baris seueur mangpaatna kanggo urang sadayana, mugi-mugi abdi sing kapilih. Upami langkung seueur madorotna, langkung saé ulah kapilih,” pokna.
Najan teu dipénta, najan teu dikurihit, kuring baris ngadukung caleg anu ngamalkeun pupuh Pucung “Utamana jalma kudu réa batur”. Tong boro ukur jadi caleg, malah jadi cagub atawa caprés ogé, pasti didukung. Siap jadi jurkamna deuih, teu kudu dibayar, teu kudu dibibita ku carita. Lain pédah ka murid sorangan, lain pédah ka batur salembur, lain pédah ka nu loba duit. Lain, lain pédah éta. Lain pédah aya haréwosna deuih, “Ibu sareng Bapa, henteu palay angkat jarah ka Mekah? Ieu mah teu aya hubunganana sareng pemilu ….” Lain, sakali deui, lain pédah éta. Aya nu leuwih teleb ti éta.
(Emh, Pucung, muga-muga hidep salalawasna aya dina rido jeung panangtayungan Gusti Alloh.)

Galau yg mencekam

Sejak mentari pagi keluar dari tempat persembunyiannya
Ada rasa galau yang sulit kulukiskan dengan kata
Hatiku terasa terendam dalam kegelisahan yang hampir memenuhi rongga
Aku tersekat tak mampu berkata, meski hanya mengucapkan sebuah tanya . ” Ada apa ?” 
Waktu seperti terlelap terbuai mimpi indah  dan enggan merangkak
Sementara jantung ini berdetak detak seperti menunggu menit menit saatnya akan meledak
Betapa juga helaan napas ini kian berat kudapat …
Dan .. aku masih seperti pesakitan yang meringkuk menunggu apa yang akan terjadi pada raga dan hati ini
Dan saat itu ….
Ahhhh …. aku tak mampu melukiskannya .. sungguh …
Melihat kepingan air mata menjelma kristal penyesalan yang  dalam
Melihat diri yang tak lagi mempunyai arti …
Melihat kekacauan pada peperangan hati …
Dan hilangnya kesempatan menjadi sempurna …
( meski mengorbankan rasa yang ada )
………….
Akankah ..?
Ya Allah … Yang maha mengetahui …..
Tolonglah hambamu …